Setelah menyelesaikan misi di planet Lukas dan merenggut chip reset Bimikus, Aiden dan teman-temannya kembali ke akademi. Suasana di sana terasa lebih tenang dan damai, sebuah kontras yang mencolok dengan kehancuran yang mereka saksikan.
Guru Lumari menyambut mereka dengan senyum. "Kalian telah melakukan pekerjaan yang sangat baik di planet Lukas. Kalian telah membantu banyak orang," katanya dengan nada bangga.
Aiden dan teman-temannya merasa lega dan senang telah berhasil menjalankan tugas mereka. Mereka merasa semakin solid sebagai sebuah tim. Namun, di tengah kelegaan itu, ada yang berbeda dengan Ray. Ia tampak lebih pendiam dan murung dari biasanya. Ia sering menyendiri, tatapannya kosong, dan senyumnya tidak pernah mencapai matanya.
Saat waktu libur tiba, Aiden, Zara, dan Kai mencoba mengajak Ray untuk bersenang-senang. Mereka bermain 'game' di ruang rekreasi, bercanda, dan melakukan aktivitas lainnya. Aiden, Zara, dan Kai tertawa dan bercanda, namun Ray hanya tersenyum tipis dan terlihat tidak bersemangat.
"Ray, ada apa?" tanya Aiden, menghentikan tawanya. "Kau terlihat murung belakangan ini."
"Tidak apa-apa," jawab Ray, suaranya pelan. "Aku hanya sedikit lelah." Namun, Aiden merasa ada sesuatu yang disembunyikan Ray. Ia merasa Ray tidak sepenuhnya jujur padanya. Ada bayangan keruh yang menyelimuti dirinya, sebuah rahasia yang ia sembunyikan dari semua orang.
Suatu malam, Aiden kembali mengalami mimpi. Kali ini, mimpinya lebih personal dan menyakitkan, tentang masa lalunya. Ia berada di rumahnya, dan ayahnya berdiri di depannya. Ayahnya tersenyum padanya, senyum yang penuh cinta, lalu berbalik dan berjalan menuju sebuah portal piksel yang bercahaya.
"Ayah! Jangan pergi! Tunggu aku!" seru Aiden, suaranya pecah. Ia berlari, mencoba mengejar ayahnya, tetapi portal piksel itu tiba-tiba menutup dan ayahnya menghilang, meninggalkan Aiden dan neneknya.