Perspektif tiba-tiba berubah, menembus lapisan realitas virtual dan berpindah ke dunia yang nyata, sebuah dunia yang sangat berbeda dari warna-warni dan fantasi Nova Nebula. Di sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi oleh cahaya monitor, seorang pria muda terlihat kelelahan dengan kantung mata yang menghitam. Ia baru saja keluar dari portal piksel yang sama yang digunakan ayah Ethan di series pertama. Ia melepaskan kacamata 'virtual reality' yang ia kenakan, sebuah alat yang menjadi jembatan antara dua dunia.
Pria itu bernama 'Aref'. Ia duduk di depan komputer dengan banyak layar yang menampilkan kode-kode rumit dan model-model 3D yang ia ciptakan sendiri. Ruangannya berantakan, dipenuhi dengan botol-botol pil dan bungkus makanan instan, sebuah pemandangan yang mencerminkan kekacauan di dalam dirinya. Ternyata, Aref adalah animator dan pencipta dunia Nova Nebula. Ia menciptakan dunia itu, dan kini, ia ingin menyempurnakannya lagi, supaya ia benar-benar bisa hidup di dalamnya, satu-satunya tempat yang ia harapkan.
Nova Nebula awalnya adalah cerita anak-anak yang ceria, sebuah kisah tentang pahlawan dan petualangan yang menyenangkan. Namun, kehidupan Aref yang penuh tekanan mengubahnya menjadi sesuatu yang gelap dan mengganggu. Trauma masa lalu Aref, yaitu pelecehan yang ia alami saat SD, semakin memperburuk kondisinya. Ditambah ada aib yang disembunyikan oleh Aref, membuatnya merasa mengapa ia harus menjadi manusia, menjalani hidupnya sebagai manusia.
Semua tekanan ini membuatnya terpuruk dan kecanduan obat penenang, sebuah jalan keluar yang tidak pernah benar-benar membantunya. Akibatnya, animasi Nova Nebula yang dulunya untuk anak-anak berubah menjadi 'disturbing', dan akhirnya dilarang tayang di televisi, memotong satu-satunya sumber penghasilan terbesarnya selain berkerja serabutan menjadi pelayan restoran, walaupun ia merasa pekerjaan itu tidak tidak layak untuk-nya, sebuah pekerjaan yang tidak diinginkan-nya.
Ia berkerja menjadi pelayan restoran di-malam hari. Walaupun ia tahu itu tidak akan menghasilkan uang yang banyak. Sedangkan ia merasa ia tidak bisa menjalani hidupnya seperti orang kebanyakan. Ia ingin selalu terkurung didalam kamarnya, orang tuanya tidak begitu mengertikannya dan membiarkannya, menghindari interaksi sosial, bahkan pada saat ia berkuliah, ia hanya diam di-rundung oleh mahasiswa lainnya.
Kehidupan di-rumahnya pun tidak begitu baik. Ibunya mengkorupsi uang Aref, menggunakan uangnya untuk kepentingan pribadi dan selingkuhan-selingkuhannya. "Aref, di mana uang untukku?" kata ibu Aref dengan marah, suaranya dipenuhi tuntutan. "Anak harusnya menafkahi keluarga jika dia sudah dewasa."
"Mohon maaf, aku tidak punya uang," kata Aref dengan suara yang lelah.
"Bohong, lihat kantongmu," kata ibunya, dengan kasar menggeledah kantong Aref. "Lihat, ada! Kamu jangan membantah sama orang tua, yah, nanti durhaka!"
"Iya, maaf," kata Aref, pasrah.