Aiden akhirnya tersadar atas semua yang telah ia perbuat. Air mata menetes di pipinya, mengalir di antara gumpalan daging dan organ yang telah mengalir keluar dari retakan wajahnya. Ia menatap tangannya yang berlumuran energi korup yang disimbolkan daging dan organ itu, merasakan penyesalan yang mendalam. Ia mengerti betapa besar kerusakan yang telah ia timbulkan. Ia telah menyakiti teman-temannya, menciptakan kekacauan, dan hampir menghancurkan segalanya.
Dengan tangan yang bergetar, Aiden mengumpulkan sisa-sisa energi murninya dan mengembalikannya ke tempat seharusnya. Sebuah cahaya muncul di hadapannya, dan perlahan-lahan, nyawa Zara, Kai, dan Ray kembali lagi. Mereka muncul di hadapan Aiden, terlihat bingung dan ketakutan. Aiden menatap mereka satu per satu, matanya berkaca-kaca, penuh penyesalan.
"Maafkan aku," ucap Aiden dengan tulus. "Maafkan aku atas semua yang telah kulakukan. Selama ini, aku mengira aku sendiri, tidak ada lagi yang mengerti tentang aku. Ternyata aku salah. Kalian sebenarnya mengerti tentang aku. Aku saja yang dimakan oleh rasa kebencian, kemarahan, dan juga rasa kehilangan yang begitu mendalam."
Aiden menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai emosinya. "Kalian semua adalah hadiah terindahku, teman-teman terbaikku. Dan aku tidak pantas mendapatkan kalian."
Aiden kemudian memutar kembali ingatan-ingatan terbaik mereka, satu per satu. Ia ingin mereka mengingat saat-saat bahagia itu dan juga ceria, sebelum semua kekacauan ini terjadi.
Ia menunjukkan ingatan tentang saat ia dan Zara bekerja di toko kue milik Mamanya Zara sebuah kenangan yang sangat indah, dimana sejak kecil mereka sering bermain petak umpet, lompat kotak, engrang walaupun Aiden tidak bisa mengunakannya, sampai permainan masak-masak dan lain-lain sebagainya, jangan lupa ia juga berkerja dari membersihkan meja, merapikan kursi dan lain-lain sebagainya.