Nova

cuilan debu
Chapter #3

Mencuri Momen

Kami menyusuri pasar agak lama untuk melihat-lihat. Aku tidak mencari suatu barang jadi tidak tahu hendak membeli apa. Kak Nova sepertinya sempat tertarik melihat casing ponsel tapi mungkin tidak ada yang cocok. Kami tidak membeli barang apa-apa dan benar-benar hanya berjalan melihat-lihat. Suasana macet dan panas membuat kami buru-buru menyudahi penelusuran pasar dan menepi ke arah gedung berwarna-warni yang ditunjuk kak Nova sebelumnya. Rupanya itu tempat wisata yang baru dibangun bahkan baru dibuka karena terlihat beberapa properti seperti masih apa adanya. Kami melihat-lihat dan aku mengambil beberapa foto. Ah iya, tempat ini begitu penuh warna dan sepertinya memang ditujukan untuk area berfoto-foto, selain permainan di bagian dalamnya. Di setiap sudut kami melihat orang-orang berfoto sampai aku ragu hendak meminta orang asing untuk mengambil fotoku dengan kak Nova.

“Kak foto yuk,” ajakku. Kak Nova mendekat dan aku melihat keadaan sekitar tapi tidak terlihat ada yang menganggur sehingga bisa kumintai mengambil foto kami berdua.

“Um.. ya udah selfie aja yu kak,” kataku.

Aku mengambil beberapa foto kami berdua menggunakan kamera ponselku. Setelah mengecek dan puas dengan hasilnya, aku dan kak Nova duduk beristirahat sekaligus meneduh. Setiap momen yang kulalui dengannya ingin kuabadikan dengan mengambil foto tapi ini lagi-lagi adalah perbedaan lain di antara kami berdua karena kak Nova tidak suka difoto atau bahkan berfoto bersama. Terkadang aku mengambil foto diam-diam yang hanya menampakkan tangan atau kakinya hanya agar ada momen yang aku simpan di ponsel. Tentu saja tanpa sepengetahuannya. Tapi kadang aku merasa seperti sedang mencuri sesuatu. Seolah momen yang diam-diam diabadikan itu termasuk pencurian hingga perasaanku tidak nyaman ketika melakukan itu.

“Udah?” tanya kak Nova setelah beberapa saat kami duduk mengistirahatkan kaki. Aku mengangguk padanya kemudian kami keluar area wisata menuju kampus yang terletak dekat pasar untuk berjalan keliling. Sebelum masuk gerbang belakang, kami membeli beberapa camilan untuk dimakan sambil… berjalan. Ini adalah kampus impianku sebelum akhirnya aku memutuskan masuk ke kampusku yang sekarang. Kalau dulu meneruskan mengikuti impianku di kampus ini, pasti aku tidak bertemu kak Nova dan tidak akan berjalan berdua dengannya seperti saat ini.

Kak Nova bersemangat sekali melihat gedung rektorat kampus ini. Aku mengambil beberapa foto menggunakan ponselnya. “Aku mau kasih lihat bapakku, nanti aku bilang pak aku foto di depan rektorat kampus bapak hehe,” katanya dengan terlihat begitu senang. Aku ikut senang sekali melihatnya antusias.

Kami mulai berjalan menyusuri kampus yang dipenuhi pepohonan tinggi dan rindang sehingga teriknya Matahari dapat terhalang dan angin sepoi-sepoi mengiringi langkah kami. Kini bagianku menceritakan beberapa hal pada kak Nova, yang juga telah kuceritakan pada beberapa temanku. Saat kelas tiga sekolah menengah pertama aku pernah bercita-cita menjadi dosen fakultas teknologi pangan setelah melihat seorang narasumber di redaksi investigasi episode bakso boraks. Kak Nova tertawa saat mendengarnya. Tawa yang renyah dan aku suka sekali. Tapi kemudian aku tidak melanjutkan cita-cita itu ketika menyadari bahwa aku lebih menyukai dan ingin tahu lebih banyak tentang alam semesta. Aku sangat kagum ketika kelas dua sekolah menengah pertama bertemu materi alam semesta di mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Sebelumnya kukira yang dimaksud “dunia” hanyalah tempat kita tinggal, Bumi dan seisinya yang terlihat. Ternyata Bumi hanya salah satu planet dan ada lebih banyak planet di luar sana. Dulu kukira bintang memang hanyalah benda titik-titik yang menempel di langit dan langit pun tergapai. Ada suatu tempat di ketinggian yang sangat jauh di mana aku bisa menyentuh langit dan merasakan batasnya. Aku mengira dunia hanyalah sebatas itu tapi ternyata dunia jauh lebih luas dari perkiraanku. Matahari adalah bintang yang bisa dilihat siang hari dan ternyata bintang-bintang yang kulihat saat malam hari adalah objek yang identik dengan Matahari. Ada begitu banyak Matahari-matahari di alam semesta yang ukurannya bahkan jauh lebih besar. Kali pertama mengetahui itu aku benar-benar terkejut menyadari bahwa manusia ternyata bukanlah apa-apa di dunia ini, di alam semesta ini. Itulah yang menyebabkanku segera banting setir mengubah jurusan di kampus yang sekarang.

Lihat selengkapnya