Nova

cuilan debu
Chapter #6

Keinginan Pembawa Secercah Harapan

Aku membuka halaman website konseling kampus dan memilih opsi pendaftaran.

Ya, di kampusku terdapat layanan konseling dengan psikolog secara gratis. Sudah sejak lama sebenarnya aku ingin melakukan konseling tapi aku merasa enggan dan berat jika harus menjawab pertanyaan yang kuduga memintaku menceritakan apa yang sudah kulalui. Tapi mengenal kak Nova menyadarkanku bahwa aku harus berdamai terlebih dahulu dengan menerima keadaan yang aku alami, sebelum kemudian memberikan perasaanku padanya dan menjalani hubungan.

Beberapa jadwal terdekat sudah dipesan, jadi aku memilih jadwal di pekan ketiga bulan kedua. Masih cukup lama dan aku bisa mempersiapkan diri seandainya diminta menceritakan apa yang sebenarnya mengganjal di pikiran dan perasaanku saat ini. Terkadang aku merasa enggan menceritakan apa yang aku alami karena merasa apa yang menimpaku adalah hal memalukan. Aku takut orang berpikiran aku orang yang aneh karena untuk apa menyakiti diri sendiri? Mengapa menangis tanpa sebab? Aneh sekali, aku takut itu yang akan orang pikir tentangku jika mereka mengetahui keadaanku.

Saat di kelas tiga sekolah menengah atas aku pernah memberi kode seseorang yang saat itu aku sukai. Aku memperlihatkan kedua telapak tanganku yang penuh bekas luka memerah padanya setiap kami berbicara. Entah apa yang ada di pikirannya, tapi ia tidak menanyakan secara langsung ataupun secara implisit. Hari-hari berlalu dan ia pun tidak melakukan sesuatu yang bersifat mencari tahu. Perasaanku padanya pun sebenarnya hanya berawal dari rasa ingin kenal dan menjadi biasa saja setelah mengenal sedikit lebih banyak tentangnya. Yang aku tahu di kemudian hari adalah kami tidak bisa bersama, karena sama-sama menyedihkan, kalau bisa kubilang, dan butuh disembuhkan.

Aku tidak percaya dengan kalimat dua orang yang saling tersakiti dapat saling menyembuhkan karena sama-sama tahu perihnya terluka. Bagaimana bisa menyembuhkan jika diri sendiri sakit? Menurutku kalimat itu tidak masuk akal. Entahlah. Aku hanya berpikir untuk mengakhiri hubungan dengannya karena di kemudian hari ia pun menuntutku untuk menceritakan hal-hal berat yang aku lalui padahal ia sendiri tidak pernah bercerita apa-apa padaku. Ia menuntut hal yang aku tidak tahu bagaimana melakukannya dan ia pun tidak mengajariku.

Lihat selengkapnya