Took a long time to find this photo, katanya setelah mengirim foto itu.
Aku memperhatikannya yang tersenyum lebar di foto, sesuatu yang jarang. Katanya, setelah ia merantau kuliah dan pulang lagi, ia tidak pernah lagi melihat kucingnya. Aku ikut bersimpati dan paham sedihnya. Setiap kali aku pulang ke rumah dan tiba waktu harus kembali merantau untuk kuliah pun, aku merasakan hal yang sama. Aku takut kucing di rumah akan pergi dan tidak kembali lagi, atau tidak terlalu diurus oleh orang rumah karena hanya aku yang benar-benar peduli dan sangat suka dengan kucing.
Kamu bagai dewi rezeki bagi mereka Ve
Kak Nova pernah berkata demikian ketika kukirimkan foto banyak kucing yang sedang kuberi makan. Selain suka kucing, aku memberi makan kucing liar karena aku merasa rindu dengan kucing-kucingku di rumah dan merasa dengan begitu maka rinduku pada mereka bisa sedikit tersalurkan.
Meski begitu, kadang aku merasa bersalah karena memberi makan kucing liar dengan makanan yang enak sementara aku tidak tahu apakah kucingku di rumah mendapatkan makan yang seperti ini karena aku yakin orang di rumah tidak akan sepeduli itu untuk membelikan makanan khusus kucing. Tapi tentu saja perasaan merasa bersalah ini akan jadi aneh kalau lebih dominan dibanding perasaan senang bisa memberi makan kucing liar.
“Kak, besok Minggu ke kafe yuk? Nugas?” beberapa hari berlalu dan aku akhirnya mengajak kak Nova untuk pergi ke kafe. Ia terlihat berpikir sejenak, mungkin mengingat apakah sudah ada kegiatan di hari tersebut.
“Boleh, tapi aku kayaknya agak siang dateng. Gapapa kan?”
Aku mengangguk penuh semangat kemudian kami berpisah begitu saja.
Keesokan harinya aku bersiap untuk datang awal karena tidak ada hal penting yang aku perlu lakukan di kos. Pukul sembilan lebih sedikit, aku sudah sampai di kafe lalu memesan es kopi dan sebungkus roti untuk sarapan.
Ini adalah kafe yang direkomendasikan oleh kakak tingkatku – cewek – yang dulu kami beberapa kali menghabiskan waktu di sini untuk mengerjakan tugas. Tidak disangka, roti isi cokelat yang baru pertama kali kupesan ini sangat enak dan isian cokelatnya sangat penuh sehingga lumer di mulut. Aku merasakan kebahagiaan kecil ketika menyantapnya sembari menunggu kedatangan kak Nova.
Menjelang pukul satu kak Nova baru datang dan segera memesan kopi panas. Lagi-lagi kami bertolak belakang. Aku melanjutkan mengerjakan olah data tugas akhirku dan menunggunya. Tidak ada hal istimewa yang kuharapkan terjadi.
Aku hanya ingin mengerjakan tugas dengan tenang karena menyadari seseorang yang aku suka berada di dekatku sehingga aku tidak perlu membagi fokus berpikir apa yang sedang ia kerjakan atau sedang apa dan di mana dia. Waktu berlalu dan kami benar-benar saling fokus pada pekerjaan masing-masing. Menyenangkan sekali mengerjakan tugas seperti ini dan aku berharap bisa seperti ini bukan hanya sekali dua kali.
“Kak, aku nyetel musik ya?” kataku memecah keheningan.
“Setel aja.”
Aku memutar musik di laptop dengan volume kecil yang cukup didengar oleh kami berdua. Biasanya kafe ini memutar musik tapi entah kenapa sedari tadi tidak dan aku mendengarkan musik sendiri melalui earphone. Baru setelah kak Nova datang, aku merasa tidak sopan mendengarkan musik sendiri meskipun kami tidak saling bercakap-cakap.