Entah seperti apa semesta bekerja.
Rupanya harapanku terkabul dengan cara yang sama sekali tidak aku duga. Hari itu ketika kak Nova mengirimiku pesan, bertanya apakah hari esok aku tidak ada acara, kubalas dengan segera bahwa aku ada kegiatan dari pagi sampai siang kemudian setelahnya kosong.
Ternyata frame kacamata kak Nova patah dan ia memintaku untuk menemaninya membeli frame baru. Jantungku berdebar. Meski hanya membeli frame kacamata, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat itu aku sangat yakin kalau hari untuk mendengar seluruh isi perasaan kak Nova telah tiba dan aku harus menyiapkan diri akan apa pun yang nantinya kudengar.
Saat hari esok tiba, kak Nova menjemputku dan seperti biasa, ia datang tepat waktu sesuai yang dijanjikan. Aku memasang senyum melihat kedatangannya dengan perasaan senang sekaligus takut, sedih, semua bercampur aduk. Rasanya tidak lagi sama semenyenangkan saat kami dulu bepergian berdua.
Ia melajukan motornya dan menceritakan bagaimana kacamatanya bisa patah, semenara kami menuju toko kacamata yang dulu pernah ia kunjungi.
"Menurutmu bagus yang mana?”
Kak Nova menghadap padaku dan mencoba beberapa frame kacamata yang berbeda warna. Aku memperhatikan wajahnya dan secara pribadi lebih menyukai warna frame yang cokelat dibanding hitam karena terkesan lebih santai dan menurutku lebih membuat wajahnya terlihat segar.
Beberapa frame ia coba tunjukkan padaku tapi rupanya ia tidak yakin dengan pilihanku. Ia mengambil gambar dan mengirimkan pada ibunya – kutebak – lalu memutuskan membeli frame hitam. Semua kebingungannya hilang ketika ia bertanya pada ibunya.
“Kamu gaada barang yang mau dicari, Ve?”
Aku dan kak Nova sedang duduk menunggu kacamatanya diperbaiki. Aku berpikir sejenak dan sebenarnya ingin membeli high heels untuk sidang sekaligus wisuda. Beberapa kali aku menjelajah e-commerce dan menemukan yang sedikit cocok tapi benakku belum benar-benar ingin checkout karena masih kurang cocok, ragu dengan ukurannya, dan akhirnya hanya terus-terusan mencari.
“Aku sebenernya pengen cari high heels, Kak.”
“High heels? Buat wisuda?”
“Buat sidang, sekalian buat wisuda.”
“Oke, mau cari abis ini?”
Aku membulatkan mata sedikit bingung. Kalau membeli langsung di toko tentu aku bisa sekalian mencoba dan karena aku belum pernah membeli high heels, maka akan lebih baik jika begitu. Akupun menganggukkan kepala penuh senyum padanya.
“Mau cari di mana?”
“Di mall?”
“Mall yang mana?” kak Nova sedikit tertawa.
Benar juga, ada banyak mall di kota sebesar ini tapi aku hanya pernah mengunjungi dua di antaranya. Maka kuusulkan ke salah satu mall yang paling sering – hanya dua atau tiga kali – kukunjungi dengan temanku. Kami segera berangkat begitu kacamatanya selesai diperbaiki.
Jalan yang kami lewati adalah tempat yang dulu pernah kami datangi. Sepertinya kak Nova masih mengingat dengan baik karena menanyakanku singkat berjalan-jalan ke situ lagi tapi hanya kujawab dengan senyum singkat dan helaan napas pelan.
Kami sampai di mall dan mengunjungi beberapa toko tapi aku tidak satu kalipun menemukan model yang kucari.
“Kak, aku kalo cari barang banyak maunya. Jadi bakal lama. Gapapa?”
“Gapapa santai aja. Aku udah gak ada kerjaan kok, cuma tinggal nyelesaiin tesis dan itu pun tinggal sedikit. Santai aja cari sesuai yang kamu mau.”