Nova

cuilan debu
Chapter #20

Closure?

Loving him is like driving a new Maserati down a dead end street

Faster than the wind, passionate as sin, ending so suddenly

Loving him is like trying to change your mind

Once you're already flying through the free fall

Like the colors in autumn, so bright, just before they lose it all

Aku memutar lagu yang sama berkali-kali tanpa berniat menggantinya. Red - Taylor Swift.

Tubuhku begitu lelah dan aku tidak ingin melakukan apapun seharian ini, sama seperti hari-hari sebelumnya. Beruntungnya hari-hari ujian akhir telah berlalu dan nilaiku telah keluar semua dengan aman. Hanya tersisa satu pekerjaanku yaitu mengejar sidang. Setelan blazer dan rok lilit batik pembelian bibiku sudah kusiapkan sejak lama untuk pakaian ketika sidang. Dipadukan dengan heels putih yang kubeli bersama kak Nova.

Ah, kepalaku jadi pening lagi mengingat kak Nova. Meski biasanya selalu teringat padanya, tapi ingatan yang muncul adalah ingatan menyenangkan. Tapi kini ketika teringat padanya, maka ingatan yang muncul adalah jawaban darinya atas segala pertanyaanku yang kemudian ingin aku enyahkan dari pikiranku selamanya.

Menerima keadaan memang tidak mudah. Meski berkali-kali aku membisikkan harap untuk mengetahui perasaan sebenarnya yang disimpan kak Nova dan berkata siap mendengar apapun darinya, ternyata ketika itu benar-benar terjadi tetap saja sulit untuk diterima dan dipahami. Atau mungkin karena tidak sesuai dengan bayanganku, maka kenyataan jadi begitu menyakitkan.

Semua yang ingin kutahu dan yang kak Nova sembunyikan. Semua yang kuharap tidak dengar dan yang kak Nova akhirnya ungkapkan. Semua yang kak Nova tidak tahu dan yang aku utarakan. Malam itu kami sudah mengungkapkan pada masing-masing.

“Jadi apa kak?”

Kami duduk berhadapan. Angin berhembus sepoi-sepoi dan cukup dingin dengan sayup-sayup musik yang diputar dari dalam food court. Area ini berada di lantai dua dan saat kuedarkan pandangan ke lantai satu, ternyata itu adalah area parkir di seberang jalan besar yang mungkin tadi kami lewati. Cahaya dari lampu-lampu mobil dan motor memantul dari kaca bening di samping balkon.

“Aku tuh sebenernya merasa bersalah banget sama kamu, Ve. Pertama aku nggak bisa membalas perasaan kamu sebesar perasaan kamu ke aku, kayak yang dulu udah pernah aku bilang.

Kedua, aku merasa sebenernya aku nggak masalah kalo seandainya kamu tiba-tiba nggak suka lagi sama aku bahkan kalo detik ini kamu memutuskan untuk berhenti suka sama aku maka aku gapapa. Aku beneran nggak bisa membalas perasaan kamu dengan tulus.”

Wow. Pembukaan yang langsung to the point sekali. Sangat terasa sakitnya di hati.

“Kamu inget kan, aku pernah bilang kalo orang yang paling akan aku perjuangkan saat seisi dunia ibaratnya menentang aku adalah ibu aku. Semua jawaban atas kebingungan aku, kalo itu dari ibuku pasti aku turuti. Ibaratnya bahkan kalo suatu saat ibuku jodohin aku, maka aku bakal setuju aja.”

Wow.

“Meskipun awalnya nggak kenal dan nggak suka?”

Lihat selengkapnya