Nova

cuilan debu
Chapter #23

Perasaan yang 'tak Sampai

Ada banyak hal terjadi di hidupku, hidupmu, hidup kita semua sebagai manusia di Bumi. Huh, memangnya ada manusia di planet lain? Bisakah kita bilang “manusia di dunia” dengan merujuk seisi alam semesta? Terkadang aku bertanya-tanya – tidak sih, ilmuwan juga bertanya-tanya – apa benar kita hidup seorang diri, sebagai manusia di Bumi.

Atau ada ‘makhluk lain’ di luar Bumi, bahkan di luar jangkauan manusia saat ini. Mengetahui salah satu kebenarannya sama-sama menakutkan, sekaligus melegakan, mungkin? Bergantung dari sisi mana kita melihat ketakutan atau kelegaannya.

Apa yang mau aku bicarakan sih sebenarnya.

Kebenaran akan perasaan sebenarnya kak Nova, mungkin, yang mirip salah satu kebenaran dari keberadaan makhluk selain manusia. Malam itu kukatakan pada kak Nova bahwa aku selama berhari-hari berharap bisa mendengar langsung perasaannya seperti apa padaku, tapi aku tidak tahu dengan cara apa harapan itu bisa terwujud. Rupanya melalui malam panjang dan penuh sendu harapan itu mewujud.

Ya, malam itu sendu. Juga tatap mataku. Juga pikiran kita yang masing-masing melalang buana mencari-cari titik temu. Saat itu aku tidak langsung tersadar bahwa itu adalah perpisahan, kali terakhir untukku bisa bercengkerama akan banyak hal dengannya. Memang seperti itu bukan, sebuah perpisahan? Bisa jadi tidak terencana sebagaimana sebuah pertemuan.

Ah iya, pertemuanku dengan kak Nova pun tidak terencana. Kadang-kadang aku berpikir kita menemui banyak sekali orang selama fase tertentu atau masa tertentu di hidup dan kita tidak tahu fase mana dan dengan siapa orang yang akan menjadi bagian dari cerita di hidup kita, sedikit atau banyak. Kak Nova pun begitu.

Lambat laun aku juga berpikir bahwa dari sekian banyak orang yang kutemui, aku tidak tahu kapan akan jatuh cinta pada salah satunya. Menurutku hati kita – oke hatiku – tidak bisa benar-benar memilih akan jatuh cinta ke siapa atau pada saat kapan. Tapi ketika saat itu tiba pada seseorang, aku akan tetap bertanya-tanya “Kenapa ya, kok bisa?” padahal aku sedari awal tahu kalau perasaan tidak bisa ditebak. Selucu itu perasaanku.

“Maksudnya tidak bisa memilih untuk jatuh cinta?”

Suatu waktu aku berbincang dengan seorang kakak tingkat dan mengatakan begitu. Mendapat pertanyaan seperti itu, membuatku sejenak berpikir.

“Maksudnya, kalau bisa memilih untuk jatuh cinta, pasti kita terlebih dulu akan mecari apa yang kita sukai dari seseorang atau alasan yang bisa membuat kita memutuskan ‘aku mau jatuh cinta ke dia, karena ini itu’ gitu. Menurutku, sih.”

Tapi nyatanya aku tidak seperti itu, tidak mencari-cari alasan terlebih dahulu untuk menyukai kak Nova. Begitu aku menyukainya, aku bahkan tidak butuh alasan lagi karena semua hal tentangnya otomatis akan aku sukai.

Hari-hari berlalu sejak malam pengakuan – kusebut begitu karena kak Nova mengakui bagaimana perasaan sebenarnya selama bersamaku – dan aku tidak lagi bertemu kak Nova. Hari-hari berlalu dan aku mencoba memfokuskan pikiran pada tugas akhirku agar segera sidang.

Tidak ada yang terlalu menyulitkan, topik dan pengolahan data tugas akhir maupun dosen pembimbing, semuanya seolah mendukungku untuk lulus tepat waktu. Hanya diriku yang beberapa kali merasa kehilangan motivasi karena merasa setiap hari mengerjakan tugas akhir tapi masih juga belum selesai.

Tapi lalu aku akan berpikir, kalau tiap hari dikerjakan saja masih belum selesai, apalagi kalau tidak dikerjakan tiap hari atau ditunda-tunda, tentu akan semakin lama selesainya. Kadang-kadang aku menyadari hal-hal seperti itu ketika hal-hal seperti itu sudah berlalu.

Asik jadwal sidang udah keluar. Semangat!!

Lihat selengkapnya