Aku senang sekali menghabiskan waktu luang dengan berjalan-jalan. Ada banyak hal yang bisa aku dapat ketika berjalan-jalan, sendirian. Melihat keadaan sekitar, lingkungan dekat kos tempatku tinggal yang ternyata dekat dengan pasar. Bangunan dan fasilitas yang ada dan jarang kusadari karena setiap bepergian selalu fokus cepat sampai tujuan sehingga tidak sempat memperhatikan.
Orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan, mengendarai motor maupun mengemudikan mobil, transportasi pribadi maupun umum, semuanya sibuk dengan tujuannya masing-masing. Mobilitas seolah tidak pernah ada waktu istirahatnya, tiap jam jalanan selalu diisi oleh pengendara. Begitu juga orang-orang yang berjalan kaki menuju suatu tempat dengan langkah berbeda-beda, ada yang santai ada yang begitu tergesa.
Orang-orang yang mencari nafkah di sepanjang pinggir jalan maupun berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara dan usahanya masing-masing.
Kerap aku menjadi begitu bersyukur pada keadaanku ketika melihat orang lain yang menurutku keadaannya kurang atau bahkan tidak lebih baik dariku. Sejujurnya itu menimbulkan sedikit ironi dalam diriku, karena perlu melihat orang yang tidak seberuntung diriku baru aku bisa bersyukur. Ya, tentu saja tidak selalu seperti itu.
Bagiku, membandingkan yang paling benar adalah antara diri sendiri pada saat ini dengan di masa lalu. Kalau diriku di masa kini lebih baik dari diriku di masa lalu, maka sudah seharusnya aku bersyukur telah berubah menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika diriku di masa kini justru lebih buruk dari diriku di masa lalu, maka aku harusnya bersedih karena bukannya menjadi lebih baik tapi justru sebaliknya.
Meski begitu, aku masih terus belajar untuk melakukannya. Beberapa kali aku masih saja membandingkan diriku dengan orang lain, baru bisa melihat bahwa diriku ini jauh lebih beruntung.
Contohnya saat jalan-jalan menyusuri pinggiran jalan, aku akan mengamati tiap orang yang kulalui atau yang lewat. Pikiranku akan menjadi ke mana-mana; ah orang ini terlihat sangat percaya diri saat berjalan, ah orang ini berpakaian sangat rapi dan bagus, ah orang ini sepertinya tidak punya rumah, orang ini terlihat bingung padahal mungkin saja ia penduduk asli sini.
Berbagai pertanyaan dan perkiraan muncul di pikiranku, membuatku bertanya-tanya juga apakah semua orang – atau seberapa banyak orang – yang berjalan dengan pikiran penuh seperti itu. Berjalan sembari memikirkan orang-orang yang mereka lalui atau lingkungan sekitar yang mereka lewati.
Menurutku berada di tempat ramai tanpa dikenali orang sekitar sangat menyenangkan, karena aku tidak perlu khawatir akan tanggapan mereka. Meskipun bisa saja mereka berpikir aku aneh atau sebagainya, setidaknya mereka tidak mengenalku dan yang paling penting adalah mereka tidak menaruh harapan atau ekspektasi padaku.
Ketakutan berada di tempat yang di mana orang-orang mengenalku sebenarnya muncul dari pikiranku yang menganggap mereka berharap sesuatu dariku, atau memikirkan sesuatu yang memang sudah kulalui.