Mayoritas murid memadati kantin sekolah, sebagian berada di lapangan galasin dan sejumlah kecil menyebar secara acak di taman sekitar sekolah. Jam istirahat, momen yang ditunggu para murid selain pulang sekolah.
Menurut Saga, taman yang berada di ujung sekolah adalah tempat menyendiri paling kondusif. Dikarenakan di posisi ini Saga sanggup menatap Nagari Cheduge secara utuh. Nagari kecil yang separuh wilayahnya tertutup pohon besar jenis trembesi sebagai pusat Nagari, welcome gate dari akar pohon yang sama di sisi utara, sabana Elea yang begitu hijau menggoda di timur terjauh dan sisi barat terlihat dengan jelas Bladen Port dengan banyak kapal menepi dan kebun teh yang menyebar di beberapa lokasi.
“Saga!” teriak Rheen setengah terengah-engah dengan rambut panjangnya terlihat terurai berantakan. Setengah malas Saga kemudian bertanya ada apa. Terlihat jelas raut muka Saga terganggu akibat cara memanggil Rheen kepadanya.
“Pepe dihajar Riota di kantin!” memperagakan tangan kanan mengepal, Rheen agak mendramatisir.
“Sial.” umpat Saga sambil menggebuk tanah dan selanjutnya berlari bersama Rheen menuju tempat yang disebutkan.
Jarak taman dan kantin sekolah memang tidak jauh. Namun, lewat jalur semestinya jelas makan waktu lebih lama.
“Berapa jumlah kantung saku di celana Riota?“ tanya Saga disela lari dan lompat diantara batu-batu taman. Rheen mengernyit dahi tanda tak puas mengapa tanya hal konyol diwaktu yang tidak pas.
“Ayolah! Gunakan kekuatanmu.” kesal Saga.