Masih mengalungkan handuk di leher untuk mengeringkan rambut sambil berjalan dari arah kamar mandi, aku sedikit kaget dengan keberadaan Ima dan Mamat di posko kami malam ini. Mamat dan Ima sedang bercerita seputar program KKN bersama kak Abdul. Selain paling tua, kak Abdul adalah Kordes di posko aku.
“Hey Mat, ngapain?” Aku menyapa Mamat.
“Eh, Lu ke posko kita dulu deh. Nengokin ratu lu tuh gak tau kenapa, katanya sih sakit kepala, tapi gak jelas juga, dari tadi ngomel mulu, udah mau jadi nene lampir tu kayaknya.”
Aku sedikit tertawa mendengar Mamat.
“Lu ada obat?” Ima lanjut bertanya padaku.
“Gak ada. Udah, biar nanti aku mampir ke warung bentar.” Aku menjawab, merapikan rambutku di depan cermin yang ada di ruang tamu posko kami.
“Mat, lu anterin gue dulu ke sana ya, nanti balik lagi jemput Ima.” Aku melanjutkan, setelah bersiap.
“Lu mau sekalian tidur di sana?” Kak Abdul menyambar, bertanya padaku.
“Sepertinya begitu.” Aku menjawab dengan nada bercanda, sedikit tertawa.
***
Aku meminta Mamat untuk berhenti di depan warung yang berjarak kurang lebih dua puluh meter dari posko mereka. Setelah menurunkanku, Mamat memutar balik sepeda motornya, kembali ke posko aku.
Aku berjalan ke arah posko Naina.
Saat berada di halaman posko aku melihat Naina sedang rebahan di sofa sembari membaca Novel. Naina terkejut dengan kehadiranku yang datang secara diam-diam dan langsung mencium rambutnya. Naina menatapku, merasa aneh, namun ada sedikit garis senyum bahagia yang tak bisa ia sembunyikan dariku.
“Ngapain? Ada rapat?” Tanya Naina yang masih kaget dengan kedatanganku malam ini.
“Ada. agendanya nemenin Naina baca novel.” Jawabku yang terkesan garing. Aku semakin percaya diri ketika melihat ekspresi terkejutnya beberapa menit yang lalu saat kedatanganku.
“Ini, minum dulu.” Aku menyodorkan jamu pelancar haid dalam kemasan yang sekaligus meredakan sakit perut.
“Siapa yang bilang? Pasti mereka berdua tuh.” Tanya Naina yang terlihat pura-pura kesal saat menerima jamu pelancar haid.