Novel Ini Untuk Naina

Aroe Ama
Chapter #10

HARI TERAKHIR KKN

Malam perpisahan mahasiswa KKN.

Ruang gedung pertemuan dihiasi dengan indah. Spanduk yang terbentang menandakan malam ini adalah acara perpisahan antara mahasiswa dengan masyarakat setempat. Begitu banyak tamu undangan yang hadir memenuhi kursi yang tertata di acara tersebut. Wajah-wajah yang sering bersama kami selama masa KKN juga terlihat di sana, tanpa terkecuali. Acara demi acara berlalu. Ada rasa sedih dari dalam hatiku ketika berjabat tangan dan mengucap salam perpisahan kepada para warga yang sudah kami anggap seperti keluarga sendiri. Silaturahmi, kerjasama, dan banyak hal-hal menarik lainnya yang sudah kami lakukan bersama-sama membuatku akan terus terkenang masa-masa indah selama KKN.

Aku bersalaman dengan Pak Camat, kemudian lanjut memeluk akrab. Aku mengucapkan terima kasih kepada Pak Camat yang sudah menerima kami dengan baik selama dua bulan ini.

"Terima kasih juga, kalian sudah menambah pengetahuan masyarakat di sini dengan mengadakan beberapa penyuluhan, dan beberapa program fisik yang tentunya membuat desa-desa di kecamatan ini terlihat makin indah." Pak Camat membalas ucapan terima kasih, dan mengakhiri kalimatnya dengan tawa akrab.

Acara pun selesai, dilanjutkan bernyanyi bersama sebagai acara bebas. Sebagian teman-teman mahasiswa masih terlihat di sana.

Saat aku masih asik melihat teman-teman yang bernyanyi ria, Naina memanggilku untuk menemaninya kembali ke posko, karena ia merasa capek usai menyiapkan segala perlengkapan acara sejak siang tadi. Karena posko Naina hanya beberapa langkah dari gedung tersebut, banyak mahasiswa yang memilih untuk beristirahat di pokso itu selepas dari acara perpisahan.

Aku dan Naina yang baru tiba di posko itu pun kaget saat melihat sebagian teman-teman mahasiswa sedang berkumpul di ruang tengah posko itu. Aku dan Naina bergabung dengan mereka, ada yang selonjoran di lantai, ada pula yang berbaring di lantai dengan menggunakan lipatan tangan mereka sebagai bantal. Kami berada di tengah-tengah mereka, sesekali Naina memandangiku yang sedari tadi terus memegang tangannya. Aku dan Naina tidak banyak mengeluarkan suara karena hampir semua teman-teman mahasiswa yang ada di situ tidak mengetahui kedekatan antara kami berdua. Mamat, Ima, Anto dan kedua teman posko Naina yang lain masih menikmati acara bebas bernyanyi bersama di gedung itu.

Aku mengelus-ngelus tangan Naina yang sedang dalam genggamanku, Naina membalas dengan menatapku penuh arti, begitulah cara kami berkomunikasi di tengah keramaian malam ini.

Tepat jam dua belas malam. Mati lampu.

Lihat selengkapnya