Aku paling suka saat Kakek mendongeng kisah-kisah kecerdikan si Kancil. Mulai dari menetaki kepala buaya yang berjajar di atas sungai dengan alasan menghitung jumlah buaya yang bersiap memangsanya. ah, binatang cerdik itu berhasil mengakali sindikat buaya hingga berhasil menyeberang sungai dengan selamat.
Ada lagi dongeng yang kusukai, yaitu dongeng kancil ketika menghadapi raja hutan yang sombong -seekor harimau loreng.
“Am ... ampun Paduka Raja ... hamba mengakui kehebatan Paduka. Hamba bersedia dimakan oleh Paduka, tapi-"
“Tapi apa, Hah? Hrrrrr …Roaarrr!!!” Raja hutan mengaum menggentarkan seisi hutan. “Hamba .. hamba mendapat cerita mengerikan dari Ki Gajah. Konon ada makhluk mengerikan di luar hutan hendak mengobrak-abrik seisi hutan. Makhluk itu .. makhluk itu .. jauh lebih hebat dari Paduka, jauh lebih kuat. Ia sangat ganassss, Paduka."
”Kurang ajar! Berani-beraninya kau bilang ada makhluk lain yang lebih perkasa, hah!! Hrrrrrrrhhh!!!"
“Iy .. iya, Paduka. Makanya itu hamba sengaja menemui Paduka Harimau yang perkasa untuk meminta perlindungan seisi hutan,” timpal Kancil menyenangkan hati Harimau Loreng.
“Untunglah dalam perjalanan kemari, hamba berhasil memperoleh kabar rahasia tentang kelemahan makhluk itu, Paduka,” lanjut Kancil.
“Kelemahan? Kelemahan apa maksudmu, Cil? Hrrrr Roaaarrrr !!!”
“Kelemahan maksud hamba adalah sesuatu yang dia takuti. Makhluk mengerikan itu paling takut dengan bunyi gong milik Paduka Raja Nabi Sulaiman –Sang Penguasa jin, binatang, dan juga setan belang. Paduka harus menabuhnya biar makhluk itu lari terbirit-birit. Kalau perlu pukul sekencang-kencangnya, Paduka. Sekeras-kerasnya. Setelah itu hamba bersedia disantap Paduka Harimau demi kebaikan seluruh penghuni hutan ini. Hamba pasti mati bahagia.”
“Jangan banyak omong, Kancil. Mana gong-nya. Biar kupukul sekarang juga. Jangan buang waktu lagi. Aku sudah lapar!! Hrrrr roaarrr!!”
“Itu gongnya, Yang Mulia. Itulah gongnya, tapi tunggu sebentar biar hamba bersembunyi dan tak mendengar bunyi gong menakutkan itu. Hamba tak ingin lemas ketakutan sebelum disantap Paduka Harimau.”
“Tapi awass!! Jangan kau coba-coba melarikan diri, Cil.”
“Ti.. tidak, Paduka. Mana mungkin hamba berani mengakali Paduka. Nyawa hamba berada di ujung kuku dan taring Paduka. Pukul gongnya cepat-cepat, Paduka. Itulah gong milik Baginda Raja Nabi Sulaiman! Mumpung makhluk mengerikan itu belum sampai kemari.”
Konon menurut dongeng Kakek, Kancil saat itu menunjuk gong milik Baginda Raja Nabi Sulaiman –berupa sarang tawon hutan sebesar gentong yang menggantung di dahan pohon. Tawon pun bukan sembarang jenis tawon. Tapi yang ditunjuk si Kancil adalah jenis tawon pembunuh yang memiliki ukuran tubuh sebesar jempol tangan Kakekku. Aku terhenyak. Aku menahan nafas. Sembari menunggu kelangsungan klimaks dongeng yang kutunggu-tunggu, jantungku terayun cepat.
Blaakk!!
Cakaran Harimau sombong terayun kencang menabuh gong Baginda Raja Nabi Sulaiman. Sang Raja Hutan menunggu. Tak disangka gong Baginda Raja Nabi Sulaiman malah berbunyi kebas tak nyaring. Tiga detik berselang, masih sunyi tak ada reaksi. Namun dalam hitungan detik ke empat, suara mengaung tiba-tiba muncul. Ratusan tawon pembunuh mengamuk menghajar pengusiknya. Tawon-tawon itu menerjang bersamaan dengan mengarahkan moncong sengatnya yang mematikan.