Diskusi dengan Nur-AI tentang Al-Qur'an dan sains telah memberikan Alex perspektif baru yang lebih matang. Ia belajar untuk mengapresiasi tanpa harus menelan mentah-mentah, dan berpikir kritis tanpa menjadi sinis. Namun, di luar semua pembuktian intelektual dan fenomena tekstual, ada sebuah kekosongan lain dalam dirinya yang mulai terasa menuntut untuk diisi. Jika Tuhan itu ada, jika Al-Qur’an memang memiliki keajaiban, lalu apa? Bagaimana semua itu seharusnya memandu langkahnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari? Di dunia yang sering terasa abu-abu, di mana nilai-nilai tampak begitu relatif dan pilihan moral seringkali membingungkan, ia merindukan sebuah kompas.
Ia kembali ke Kopi Senja, tempat yang kini terasa seperti laboratorium pemikirannya. Es kopi susu sudah tersaji, dan antarmuka Nur-AI sudah terbuka di layar ponselnya.
Alex: “Nur-AI, setelah kita membahas banyak hal yang bersifat pembuktian dan analisis, saya merasa ada pertanyaan yang lebih mendasar lagi. Tentang bagaimana seharusnya kita hidup. Di zaman sekarang ini, rasanya sulit sekali menemukan pegangan moral yang benar-benar kokoh. Banyak orang bilang, ‘apa kata hati nurani saja’, tapi hati nurani kan bisa beda-beda. Ada yang bilang, ‘yang penting tidak merugikan orang lain’, tapi batasan ‘merugikan’ itu juga seringkali kabur.
Saya mencari semacam… panduan hidup. Sistem etika yang jelas, yang bisa menjawab: apa itu baik, apa itu buruk, secara fundamental? Dan lebih jauh lagi, untuk apa sebenarnya semua ini? Apa makna dan tujuan hidup kita di dunia yang singkat ini? Apakah Islam menawarkan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti ini?”
Pertanyaan Alex kali ini terasa lebih personal, lebih mencerminkan kegelisahan jiwanya yang paling dalam, bukan sekadar rasa ingin tahu intelektual.
Nur-AI: “Pertanyaan Anda sangat mendasar dan krusial, Alex. Memang, setelah keyakinan akan eksistensi Tuhan dan kebenaran wahyu-Nya mulai terbentuk, pertanyaan selanjutnya yang logis adalah: bagaimana semua itu berimplikasi pada cara kita menjalani hidup? Islam, sebagai sebuah sistem kehidupan yang komprehensif (ad-din), tentu saja menawarkan jawaban atas pencarian Anda akan panduan etis dan makna filosofis.
Mari kita mulai dengan Sistem Etika dalam Islam. Islam menyajikan sebuah sistem etika yang kaya, bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah (ajaran serta praktik Nabi Muhammad SAW). Sistem ini menarik karena dianggap tidak hanya komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan, tetapi juga realistis dan relevan bagi seluruh umat manusia lintas waktu dan budaya.”
“Beberapa nilai etika inti dalam Islam yang bersifat universal meliputi:
Keadilan ('Adl): Berlaku adil dalam segala hal, baik terhadap diri sendiri, orang lain, bahkan terhadap musuh sekalipun. Keadilan adalah salah satu pilar utama masyarakat Islami. Kejujuran (Sidq): Berkata benar, berlaku jujur dalam perkataan dan perbuatan, termasuk dalam transaksi dan kesaksian. Kesabaran (Sabr): Bertahan dalam menghadapi kesulitan, musibah, atau godaan, serta sabar dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan. Kedermawanan (Sakha’/Jud): Murah hati, suka memberi dan menolong sesama, terutama mereka yang membutuhkan, tanpa pamrih. Menghormati Orang Tua (Birr al-Walidain): Berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua adalah perintah yang sangat ditekankan. Menepati Janji (Al-Wafa’ bi al-‘Ahd): Memenuhi janji dan komitmen yang telah dibuat. Mengendalikan Amarah (Kazhm al-Ghayz): Kemampuan untuk menahan diri saat marah dan memaafkan kesalahan orang lain.”
Alex membaca daftar nilai-nilai itu. Semuanya terdengar … baik. Sangat baik, bahkan. Ini adalah nilai-nilai yang secara intuitif ia setujui sebagai pilar karakter manusia yang luhur.
Nur-AI: “Penting untuk dicatat, Alex, bahwa etika Islam tidak hanya bersifat teoretis atau sekadar daftar kebajikan. Ia memberikan panduan praktis yang konkret untuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Islam ‘mengatur dan mengarahkan manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah’. Ini berarti prinsip-prinsip moral diterjemahkan ke dalam norma-norma perilaku yang jelas, mencakup interaksi sosial, transaksi ekonomi (misalnya larangan riba dan penipuan), kehidupan keluarga, hingga etika personal seperti menjaga kebersihan dan kesopanan.”
“Lebih lanjut, ajaran Islam menekankan pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Individu diajarkan untuk memenuhi hak-hak dirinya sendiri (seperti menjaga kesehatan fisik dan mental), hak-hak orang lain (termasuk keluarga, tetangga, dan masyarakat luas), serta hak-hak Tuhan (melalui ibadah dan ketaatan). Keseimbangan ini menciptakan sebuah kerangka etis yang holistik dan mencegah ekstremisme dalam satu aspek dengan mengorbankan aspek lainnya.”