Nusantara Cyber

Farikha Salsabilla Putri
Chapter #1

Kilat di Siang Bolong

"Tidak ada waktu untuk mencabut!" suara Jaka menusuk kelembapan udara bengkel, beradu dengan dengung kipas pendingin yang kejang. Wajahnya disinari cahaya biru pucat dari tiga monitor quad-split yang menempel di dinding berlumuran oli. Tangan kirinya mencengkeram hard-drive usang yang bergetar hebat di atas meja kerja, sementara tangan kanannya menari di atas papan ketik virtual yang memantul dari permukaan kaca.

"Status Laras! Ulangi status Laras Pratiwi! Area 4B, koridor timur! Fokus pada umpan video 12-C. Sekarang!"

Monitor tengah, yang tadinya menampilkan data suhu sub-nuklir reaktor mikro, berkedip dan menyajikan pemandangan koridor yang terlalu bersih, terlalu steril, khas area logistik di bawah IKN Nusantara.

"Sistem Pengenalan Wajah 99% Laras Pratiwi. Target teridentifikasi, memasuki zona bahaya," suara sintetis dari Echo, asisten diagnostik bengkelnya, terdengar tenang, kontras dengan gemuruh dalam dada Jaka.

Jaka mencondongkan tubuhnya, menempelkan hidungnya hampir ke layar. "Zona bahaya? Itu hanya jalur inspeksi. Jangan bertele-tele, Echo! Apa yang kau lihat?"

"Tiga entitas non-registrasi. Seragam hitam, matriks kevlar standar korporat. Gerakan terkoordinasi. Teknologi penekan suara aktif. Biometrik non-registrasi."

"Cakra Global," desis Jaka, seolah kata itu adalah racun. "Kenapa Cakra Global di sini? Laras, lari! Kenapa audio ku terputus? Echo, ganti ke kanal darurat! Frekuensi 88.2, enkripsi BimaSakti! Cepat! Katakan padanya untuk masuk ke Ruangan Aman Epsilon!"

Laras di layar mulai menunjukkan tanda-tanda panik. Ia menjatuhkan tas jinjingnya. Tiga bayangan hitam itu bergerak dengan presisi yang mengerikan, tanpa suara, tanpa jejak. Mereka tidak berlari mereka meluncur.

"Laras! Dengarkan aku! Epsilon! Sembunyikan diri!" teriak Jaka ke mikrofon, tetapi di layar, adiknya hanya memandang sekeliling, mencari sumber suara yang tak pernah sampai.

"Komunikasi gagal," lapor Echo. "Kanal 88.2 terputus. Sumber kegagalan Serangan de-sync terenkripsi, pola Cakra-7. Tidak dapat diurai. Upaya koneksi ulang gagal."

Jaka membanting tinjunya ke meja. Rasa panik yang dingin menjalar dari perutnya ke tenggorokannya. Ini bukan perampokan data biasa. Ini bukan teknisi freelance yang salah perhitungan.

"Cakra-7," Jaka mengulang, seperti pecahan kaca. "Protokol enkripsi militer tingkat atas. Didesain untuk menahan serangan quantum brute-force. Siapa yang menggunakan teknologi itu untuk menculik seorang teknisi magang? Ini tidak masuk akal!"

Di layar, dua agen Cakra mencengkeram lengan Laras. Agen ketiga menyuntikkan sesuatu ke lehernya. Laras ambruk, tanpa perlawanan. Mereka menariknya seperti karung, cepat dan efisien, menuju pintu darurat berlapis baja.

"Tidak!" Jaka melonjak berdiri, kursinya terbalik. "Ulangi! Ulangi perintah pelacakan! Jangan bilang padaku sinyalnya lenyap begitu saja! Mereka baru saja di sana! Lakukan trace-back pada arus udara, gelombang panas, apa pun!"

"Pelacakan gagal," jawab Echo tanpa emosi. "Umpan video 12-C mati. Sensor termal koridor 4B mati. Sensor kelembapan mati. Semua data yang terkait dengan entitas non-registrasi telah dihapus secara lokal dan cloud. Tidak ada jejak digital yang tertinggal."

Jaka terdiam, menatap layar gelap. Wajahnya memucat, lapisan ketenangan yang selama lima tahun ia bangun sebagai teknisi bengkel biasa, rapuh dan hancur seperti kristal yang dibanting ke beton.

"Cakra-7 tidak hanya memblokir," gumam Jaka, berbicara kepada dirinya sendiri, tetapi juga kepada hantu yang ia kubur dalam-dalam. "Cakra-7 menghapus. Mereka tahu. Mereka datang dengan persiapan untuk tidak meninggalkan apa pun."

Ia berjalan mondar-mandir di antara tumpukan kabel dan drone yang belum selesai diperbaiki. Udara bengkel terasa mencekik.

"Aku harus mencari tahu ke mana mereka membawanya," katanya, beralih ke layar diagnostik. "Aktifkan Deep Scan pada sistem navigasi IKN. Cari pola perjalanan yang abnormal dalam radius lima kilometer dari 4B. Prioritas kendaraan lapis baja atau skimmer tanpa transponder."

"Peringatan, Jaka," Echo merespons, nadanya sedikit berubah, lebih tegas. "Mode Deep Scan melanggar semua regulasi IKN. Ini adalah protokol 'Ghost'. Apakah Anda yakin ingin mengaktifkan GEMA-01?"

Jaka berhenti. Nama itu. 'Ghost'. Hantu yang ia bunuh lima tahun lalu, setelah insiden 'Keruntuhan Arkadia'. Janji darah yang ia buat pada dirinya sendiri untuk tidak pernah lagi menyentuh kode dengan niat merusak.

"Aku tidak peduli dengan regulasi!" sentaknya, suaranya bergetar karena campuran amarah dan rasa bersalah. "Itu adikku! Mereka mengambil Laras! Ya! Aktifkan GEMA-01! Aku butuh akses root ke Grid Nusantara sekarang juga!"

Lihat selengkapnya