Nusantara Cyber

Farikha Salsabilla Putri
Chapter #3

Nama yang Terlupakan

"Celah! Cepat, Echo! Lima detik! Saluran pembuangan!"

"Mengaktifkan Protokol 'Debu'. Energi yang dilepaskan setara dengan ledakan mikro gelombang. Anda memiliki empat detik sebelum gelombang kejut mencapai posisi Anda."

"Laporan visual! Di mana Sari?" Jaka, atau kini Dalang, berderap di atas oli yang tumpah, menjauh dari lubang Terminal Alpha yang kini menyala dalam nyala api digital hijau.

"Agen Cakra Global berada di koridor utama. Mereka bergerak lambat. Mereka tidak menduga Protokol 'Debu'. Mereka mengira ini hanya pemadaman listrik. Tiga detik!"

"Saluran pembuangan terkunci! Aku tidak punya kartu akses!" Dalang menabrak pintu baja utilitas yang tebal.

"Gunakan frekuensi lama. Frekuensi 45.72. Kunci mekanis tidak pernah diubah sejak pembangunan IKN. Masukkan kode, 110984."

"110984!" Dalang berteriak, memasukkan kode ke papan kunci mekanis yang berkarat, peninggalan dari masa pra-Nusantara. Terdengar bunyi klak yang memekakkan telinga. Pintu baja itu terbuka sedikit.

"Dua detik! Mereka berbelok di koridor! Mereka melihat asap!"

Dalang merangkak masuk ke dalam lubang gelap saluran pembuangan utilitas, udara di dalamnya berbau lumpur dan klorin. Ia menarik pintu baja itu kembali, menutupnya TEPAT saat terdengar ledakan teredam dari bengkelnya.

"Satu detik. Kontak!"

Gelombang kejut menghantam pintu baja. Dalang terlempar ke depan, hard-drive yang ia pegang terlepas dari genggamannya dan tergelincir di lantai kotor.

"Laporan kerusakan!" Dalang terbatuk, asap tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah pintu.

"Transmisi dari bengkel terputus. Protokol 'Debu' selesai. Cakra Global menemukan tumpukan arang. Jejak fisik Anda terhapus. Jejak digital 'Ghost' terkubur di bawah abu. Selamat, Dalang. Anda baru saja melakukan bunuh diri digital yang sempurna."

Dalang mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan paru-parunya yang terbakar. "Bagus. Bagaimana dengan 'Dalang'? Apakah Sari melacak identitas baruku?"

"Sari sedang menganalisis data puing. Dia tidak melihat Dalang. Dia melihat Ghost yang bunuh diri. Namun, peringatan, Hash Dalang terlalu baru. Ia tidak memiliki reputasi, tidak memiliki noise. Itu justru menarik perhatian musuh yang lebih tua."

"Musuh yang lebih tua? Satya?"

"Log menunjukkan anomali. Bukan dari sistem korporat. Jaringan bawah tanah. Dunia yang Anda tinggalkan. Mereka melihat anomali data di Benteng Garuda. Mereka melihat tunnel yang Anda buat, meskipun hanya sekejap. Mereka tahu ada pemain baru yang berani menyentuh harta Satya."

"Jadi, aku menarik perhatian para crawler dan para mercenary data," Dalang menyimpulkan, sambil berdiri di dalam kegelapan yang lembap. "Hebat. Aku bahkan belum berhasil keluar dari saluran pembuangan dan aku sudah dicari oleh setiap faksi di IKN."

"Itulah harga dari kebangkitan Anda. Terminal Alpha memberimu kekuatan, tapi bukan mata. Aku menembus firewall Level 7, tapi aku masih buta di dalam. Satya telah membangun labirin baru. Aku butuh peta."

"Peta tidak ada di jaringan publik IKN. Kota ini adalah benteng yang terus berubah. Anda membutuhkan intelijen dari dalam. Anda membutuhkan seorang crawler."

"Crawler. Siapa yang tersisa? Semua orang yang aku kenal dari Arkadia sudah menghilang atau dibeli oleh Cakra. Lima tahun adalah waktu yang sangat lama di dunia bawah tanah."

"Echo telah memproses semua data kontak lama yang tidak terenkripsi. Hanya ada satu kandidat yang tidak pernah dibeli, tidak pernah tertangkap, dan masih beroperasi di luar radar Cakra Global."

"Siapa?"

"Riko. Dia masih di pinggiran. Dia terlalu sinis untuk Cakra Global, terlalu paranoid untuk Satya. Dia adalah laba-laba yang menjebak data, bukan orang yang menjualnya."

Dalang menghela napas. Nama itu terasa seperti pukulan di perut. "Riko. Dia tidak akan menjawab panggilan dariku. Dia mengira 'Ghost' sudah mati dan terkubur di bawah puing-puing Arkadia. Dia membenciku."

Lihat selengkapnya