Nusantara Forces : Marabahaya

rachamd hidayat
Chapter #1

Chapter I : Purwa/Permulaan

Aruna terpelanting, tubuhnya berguling-guling hingga akhirnya berhenti. Kepalanya sedikit pusing, matanya berkunang-kunang, tetapi ia terus memaksakan diri untuk berdiri. Sebelah tangannya digunakan untuk menempa diri, membantunya bangun dan tubuh yang masih terhuyung-huyung. Ia batuk sebentar, kemudian mulai mengadahkan kepala.

Teman-temannya belum benar-benar gugur, tetapi mereka sudah tak mampu bertahan. Kebanyakan dari mereka terlentang di tanah, sebagian menggerayangi bagian tubuh mereka yang sakit, meronta-ronta dalam kesakitan, tetapi tidak benar-benar sampai teriak.

Aruna memindai sekeliling. Ia mulai ragu. Apakah bisa? Tapi ia tak memiliki pilihan selain berjuang sampai benar-benar akhir. Sebuah benda pusaka yang harus dijaganya tetap tidak boleh jatuh ke tangan orang yang salah.

Aruna mulai berdiri kokoh, tetapi tidak tegak. Dan di saat yang bersamaan, Ankara berjalan ke arahnya.

===

Rai memang sudah biasa untuk berangkat pagi, berusaha mendahului rekan-rekan kerjanya yang memiliki jam kerja sama untuk mendapatkan ketenangan atas lingkungan yang sepi. Namun, ia tak pernah pergi sebelum matahari terbit seperti sekarang. Tentu saja bukan tanpa sebab, melainkan karena Rudi Asmoro—seorang Kepala forensik kepolisian Jatara—memanggilnya secara tiba-tiba.

Rai sempat berpikir beberapa kali, sebab seingatnya ia jarang menyelidiki suatu kasus yang melibatkan dirinya dengan Rudi. Namun, Rai tahu secara pasti jika Rudi tak akan memanggilnya secara tiba-tiba jika memang tak ada hal penting yang harus dibahasnya. Akhirnya, Rai terpaksa bangkit dari tempat tidur, mempersiapkan diri dengan membuat penampilan serapi mungkin, persis seperti biasa ketika ia akan berangkat kerja, kemudian kembali mengendarai mobil untuk sampai di kantor lebih cepat dari seharusnya. Bahkan, matahari masih belum terbit ketika Rai sampai di kantor.

Rai membanting pintu, walaupun sebenarnya itu adalah sebuah ketidaksengajaan. Sentakan keras membuatnya yang masih setengah tidur terlonjak kaget dan merasa bodoh sendiri. Ia tertawa dalam hati, tapi tak benar-benar keluar dari mimik wajahnya yang tetap datar, menjaga citra seandainya ada orang asing yang memperhatikannya. Rai mengunci pintu mobil dan segera menuju laboratorium forensik, tempat di mana Rudi menunggu—katanya.

Rai yang tergabung ke dalam divisi penindakan kejahatan, utamanya hanya mengusut kasus kekerasan, sebenarnya Jarang terlibat langsung pada kasus yang sama dengan kasus yang Rudi tangani, walaupun bukan berarti mereka tak pernah bekerja sama. Pertemuan mereka, yang membuat mereka mengenal lebih satu sama lain, diawali karena ketidaksengajaan.

Lihat selengkapnya