Sekitar tahun 800 Masehi. Lahirlah seorang anak laki-laki dari seorang Ibu yang hebat. Tetapi malangnya anak laki-laki itu, ia terlahir tanpa seorang Ayah. Dan kemudian, Ibunya meninggal beberapa menit ketika anaknya lahir. Setelah itu, anak laki-laki itu diasuh oleh Bibinya yang bernama Sari, dia tidak mempunyai seorang anak. Dia adalah seorang perempuan mandul.
“Anakku Bagus. Sekarang namamu Batara, sesuai yang diwasiatkan oleh Ibumu,” ucap Bi Sari kepada Batara kecil.
“Ini kalung dari Ibumu. Semoga sehat selalu.” Kalung itu adalah kalung yang terbuat dari benang hitam. Dengan bandul seperti bantal kecil warna putih, yang entah apa isi sebenarnya di dalam itu. Konon katanya adalah sebuah pasir.
Situasi saat itu benar-benar mencengkam. Bagaimana tidak? Setiap anak yang terlahir laki-laki pasti akan menghilang. Dibawa oleh para makhluk-makhluk pesuruh dari Nyai Dedemit. Seorang perempuan dengan ilmu yang luar biasa dan tidak terkalang dizamannya. Dia melakukan itu karena mendapat ramalan dari kepercayaannya bahwa dia akan dibunuh oleh seorang anak dari keturunan sendiri.
Anak yang akan membunuh Nyai Dedemit adalah seorang anak yang mempunyai tanda lahir di leher belakangnya ketika usianya sudah mencapai umur 10 tahun. Hal itu membuat Nyai Dedemit ketar-ketir, cemas ketika keabadiaanya mulai terancam. Dia takut kecantikannya direnggut, dan dia juga takut mati sebenarnya.
“Antaswara! Dimana keberadaan anak kecil ingusan itu sekarang?” ucap Nyai Dedemit kepada Antaswara (Kepercayaan Nyai Dedemit) dengan ucapan yang membentak.
“Ampun Nyai. Saya tidak tahu dimana anak kecil itu sekarang. Saya tidak tahu kenapa saya tidak bisa menemukannya. Atau mungkin, anak itu belum lahir sekarang. Ampuni saya Nyai!” Kata Antaswara yang duduk dan menyatukan tangannya sembari ketakutan.
“Kalau begitu. Tidak ada anak laki-laki yang boleh lahir sampai 10 tahun kedepan!”
Nyi Dedemit benar-benar gelis dengan apa yang terjadi. Dia benar-benar tidak mau perjuangannya selama ini sia-sia oleh seorang anak kecil.