Di komplek ini tak ada yang memiliki pengetahuan lebih banyak dari pengetahuan Mak Rodiah. Bukan pengetahuan ilmu agama, bukan pula matematika, melainkan pengetahuan urusan tetangga. Siapa pun yang perlu asupan gosip, Mak Rodiah-lah yang harus ditujunya. Aib musuh? Dia juga ahlinya.
Jika hidup di Amerika, Mak Rodiah pasti akan menjadi mata-mata paling top sejagad. Tak tertandingi. Bahkan, jika ditanya apakah Iron Man mencium kentutnya sendiri saat memakai kostum, tak perlu waktu lama bagi Mak Rodiah untuk mendapatkan jawabannya.
Reputasi Mak Rodiah yang satu ini tidak didapat dengan cara instan. Pasalnya, ada proses panjang yang harus dilalui. Contohnya seperti sekarang, saat para ibu komplek mempertanyakan anak gadis Bu Markonah yang mendadak menikah, Mak Rodiah harus mengendap-endap seperti ninja, melebarkan telinga seperti kelinci, dan menggali informasi layaknya arkeolog profesional.
Dan, ketika misteri itu dapat dipecahkan, ada kepuasan tersendiri yang dirasakan Mak Rodiah. Segera, dia berbagi pengetahuan itu kepada ibu-ibu yang lain. Meskipun, ada saja beberapa ibu yang meragukan informasinya. Kata mereka, no pict is hoax. Bah! Bahasa alien dari planet mana itu?
Mak Rodiah tak patah arang. Sekali lagi dia mengeluarkan jurusnya, mengendus bukti dengan teliti. Dan, ketika mendapat bukti berupa foto, batinnya senang bukan kepalang. Tanpa menunggu lama, dia pergi ke tongkrongan, menunjukkan bukti itu dengan lagak bak panglima yang telah menang perang. Tetapi, sayang semilyar sayang (seribu sudah tak level), ibu-ibu komplek menginginkan sebuah bukti video. Kalau bisa live, Mak Rodiah dapat poin lebih besar.
Bangsul! batin Mak Rodiah kesal. Sudah dikasih hati, pada minta jantung! Memangnya mereka pikir dia admin lambe curah?
Walaupun permintaan itu menyulitkan, Mak Rodiah tetap berusaha mengabulkan keinginan para ibu komplek. Dia tidak bisa melepas julukan Emak Paling Aktual, Tajam, dan Terpercaya untuk orang lain. Tidak semudah itu, Marimas! Oh, salah, itu merek minuman.
Kali ini Mak Rodiah harus bekerja ekstra keras. Pasalnya, dia tak bisa membuat video. Dulu, waktu Lanang—anaknya—memberi ponsel pintar, Mak Rodiah bahkan tidak bisa menyalakannya. Setelah diajari berulang kali barulah dia mengerti. Apalagi saat anaknya menerangkan fitur-fitur pada smartphone, Mak Rodiah hanya mengangguk dan bilang ho-oh. Dalam hati, dia bertanya-tanya, siapakah fitur? Apakah ada hubungan darah dengan Pak Fatur, tetangga baru yang hobinya ngatur-ngatur? Atau jangan-jangan .... Dia bertekad akan menyelidikinya lain kali.
Dia dapat memotret pun karena ketidaksengajaan. Awalnya, dia hanya asal pencet, tetapi akhirnya tahu ikon mana yang harus ditemukan saat ingin memotret.
Foto yang diambil Mak Rodiah pertama kali adalah foto ubin lantai. Kemudian yang kedua barulah foto dirinya memandang kamera, dengan bibir tersungging kaku. Kerudung pink membingkai wajahnya yang kusam dan sedikit keriput. Bedaknya yang tebal tampak tak rata, begitupun dengan lipstik di bibirnya yang pecah-pecah. Kerutan di sudut matanya terlihat jelas pada swafoto pertamanya itu. Lipatan lemak di bawah dagu membuatnya seolah memiliki dua janggut.
Namun, lebih dari itu semua, Mak Rodiah paling suka warna matanya yang cokelat kayu. Mata itu dia warisi entah dari siapa, mungkin kakek atau neneknya yang kata orang masih keturunan kompeni. Dalam foto itu matanya terlihat jelas. Jadi dia tidak menghapusnya. Toh, bagaimana caranya menghapus foto saja dia tidak tahu.
Selain memotret, Mak Rodiah juga bisa mengirim pesan lewat WhatsApp. Dia tergabung dalam grup Ibu-Ibu PKK, Aliansi Penggemar Daster Lebar, Emak-Emak Pecinta Gosip, dan grup Pengajian Pembawa Nikmat.
Kontaknya banyak, tapi kebanyakan Mak Rodiah meminta orang lain untuk membantunya menyimpan. Dia tidak bisa menyimpan nomor kontak sendiri. Kalau sekadar memencet nomor-nomor dia bisa, tetapi cara menyimpan nomor itu, dia kesulitan. Bahkan mengingat caranya memeriksa kuota saja dia tidak mampu. Jadi, ketika pesan WhatsApp-nya tidak terkirim dia pasti mengira kuotanya habis. Padahal bisa saja karena sinyal provider yang bermasalah.
Demi ibu-ibu yang ngakunya sosialitah tapi dananya patah-patah, Mak Rodiah belajar membuat video. Dengan serius dia memencet-mencet layar ponsel, berharap dengan tidak sengaja menemukan cara merekam. Keningnya berkerut saat matanya fokus ke layar. Tanpa sadar bibirnya pun sedikit mengerucut. Dia sedang duduk di sofa depan televisi layar datar 21 inci di rumahnya.
Dia ditemani Ratih, istri Lanang. Meski sudah berumah tangga, Lanang dan istrinya tinggal bersama Mak Rodiah. Bukan karena tidak memiliki uang untuk membeli rumah sendiri, melainkan karena Lanang merupakan anak satu-satunya Mak Rodiah.
Sebenarnya keinginan Ratih saat menikahi Lanang adalah tinggal terpisah dari mertua. Pada awal pernikahan memang itulah yang terjadi. Namun, setahun kemudian mertua lelakinya meninggal dunia. Tentu sebagai anak yang berbakti, Lanang tak bisa membiarkan ibunya tinggal sendiri. Bagaimana kalau terjadi apa-apa?
Mereka tak memiliki keponakan yang masih bujang, yang mau diajak tinggal bersama Mak Rodiah. Jadi, terpaksa Ratih mengikuti kemauan suaminya untuk tinggal bersama mertua.