Ny. Prasangka

IyoniAe
Chapter #13

Bab Tigabelas

Wajah Mak Rodiah merah menahan amarah. Ubun-ubunnya mau meledak rasanya. Bukan kepada manusia ia marah, melainkan kepada sinyal provider. Berani-beraninya mereka mengerjai Mak Rodiah. Iya, mereka bisa ngeprank!

Tadi ketika di depan rumah, pesan yang sudah diketiknya tidak terkirim, hanya centang satu. Itu artinya, pikir Mak Rodiah, kuotanya habis. Ia berjalan kembali keluar komplek, menuju konter pulsa yang berada lima puluh meter dari mulut gang. Setelah sampai sana, ia menyatakan niatnya untuk beli voucher kuota kepada si mas penjual, sekalian minta tolong diisikan. Ia tak tahu caranya mengisi kuota.

Namun, ketika mengulurkan ponsel, tiba-tiba ponsel itu malah berbunyi. Ting! 

Mak Rodiah mengernyit. Ia menarik lagi ponselnya yang sudah setengah jalan ke tangan si penjaga konter.

Ting! Ting! Ting! Serentetan pesan WhatsApp masuk. Wajah Mak Rodiah semringah. Tanpa pikir panjang ia berkata pada sang penjual yang menunggu, “Nggak jadi beli, Mas! Ternyata kuotanya masih ada.” Ia pun berbalik pulang.

Matanya tertuju pada layar ponselnya saat berjalan. Ia bahkan tak memperhatikan kendaraan yang lalu lalang. Asal di pinggir, ia merasa aman. Panas yang menyengat lengannya pun ia abaikan. Peluh yang membanjiri dahi di balik kerudung pun tak dipedulikan. Ia sibuk membaca pesan-pesan dari Vivi yang menyatakan sedang bekerja. Selain itu wanita itu juga memberitahu Mak Rodiah bahwa dia sudah mengunjungi rumah kakak Arini, tetapi ia tak melihat Arini di sana. Dia juga mengirim alamat lengkap serta petunjuk jalan rumah kakak Arini di kampung.

Mak Rodiah mencoba bertanya tentang kemungkinan kedekatan Arini dengan laki-laki lain. Namun, pesannya tidak terkirim. Ia sudah hampir sampai ke rumahnya saat mengirim pesan itu. Mengira karena ulah sinyal lagi, ia pun menggoyang-goyangkan ponselnya. Namun tak lama kemudian, sebuah pesan terkirim dari nomor operator yang memberitahu bahwa sisa kuotanya 0 KB. Bangsul! umpatnya dalam hati. Dengan langkah kesal, ia kembali ke konter dan membeli kuota. Saat sampai sana, tenggorokkannya terasa kering.

Pesannya baru dibaca Vivi ketika Mak Rodiah sudah pulang ke rumah, tepar di lantai teras supaya adem. Rumah bagian depannya dipasang kenopi. Jadi, kalau siang hawanya terasa sejuk dan kalau hujan, halamannya tidak kebanjiran. Samar-samar dari rumah ia mendengar Ratih sedang berbicara di telepon.

“Aku nggak tahu bisanya kapan .... Iya ....” Nada bicaranya terkesan tegas. “Iya ...,” lalu berubah lembut. “Pokoknya akan kuusahakan .... Aku juga .... Lulu.”

Siapa Lulu? batin Mak Rodiah bertanya-tanya. Mungkinkah mantunya memiliki teman baru? Ah, rupanya mantunya itu banyak teman. Padahal orangnya malu-malu kalau ketemu orang baru.

Ketemu Ilham saja wajahnya langsung merah. Dia mengamatinya dulu, ketika kebakaran itu.

Menurut Mak Rodiah, bagus, ia memiliki mantu yang pemalu, apalagi terhadap cowok, sehingga dapat mencegah terjadinya perselingkuhan. Kadang, Mak Rodiah memergoki Ilham yang diam-diam melirik rumahnya jika mau berangkat kerja. Padahal, Arini jelas lagi ada di depannya.

Ratih memang lebih cantik dari Arini. Tetapi, hello!, batin Mak Rodiah menggebu-gebu, Ratih sudah punya suami! Kalau mau menggodanya, langkahi dulu mayat Pak RT!

Mak Rodiah tentu tak mau berkorban nyawa hanya demi hal tak masuk akal begitu.

Lihat selengkapnya