Mas Al tidak tayang malam ini. Sebagai gantinya ada acara musik. Acara itu diseponsori oleh sebuah marketplace terkenal di Indonesia. Semua chanel menayangkan hal yang sama. Mak Rodiah sampai bingung mau nonton yang mana.
Akhirnya, ia malah membiarkan saja televisinya menyala tanpa penonton. Ia menyiapkan baju yang akan dipakainya besok ke rumah kakak Arini. Tadi, dia sudah mengirim pesan kepada Gugun Ojek alamat rumah kakak Arini. Mereka sudah sepakat tentang harga maupun waktu. Meski belum meminta izin Lanang, ia yakin besok akan pergi. Toh, besok Lanang pasti kerja.
Mak Rodiah sedang sendiri di rumah. Anak dan mantunya pergi periksa ke dokter sejak sore tadi. Awalnya, Ratih menolak dibawa periksa ke dokter. Katanya, ia sudah sembuh. Namun, Lanang memaksa. Lagi pula, wajah Ratih tampak masih sedikit pucat. Mak Rodiah ditinggal sendiri di rumah. Kata Lanang hanya sebentar. Jadi, Mak Rodiah tidak keberatan. Namun, sudah tiga jam mereka belum kembali.
Senja berubah menjadi petang lalu ke malam. Mak Rodiah makan malam sendirian. Kalau sedang sendiri begitu, ia merasa takut. Ia takut kesepian. Ia bahkan menambah volume televisi meski tidak menontonnya supaya tidak sepi. Namun, hal itu tak juga membuatnya tenang. Ia kemudian mencari kesibukan, mengisi pikiran-pikirannya dengan rencana untuk besok.
Setelah menyiapkan baju, ia mencatat pertanyaan-pertanyaan yang harus ia utarakan kepada kakak Arini. Sampai pada pertanyaan ke-20, terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Mak Rodiah menyimpan hasil catatannya ke tas yang akan dipakainya besok. Ia lalu membuka pintu, bertepatan dengan Lanang yang selesai memarkir mobilnya.
Mak Rodiah mengernyit ketika melihat anak dan mantunya turun dari mobil. Lanang tampak sumringah. Sedangkan Ratih tidak terlalu. Meski ada senyum di bibirnya yang merah disapu lipstik, tetapi senyum itu tidak setulus dan selebar senyum Lanang.
“Ada apa? Ratih sakit apa?” tanyanya curiga. Mungkinkah karena keracunan ayam rica-rica? Tetapi, kalau begitu, kenapa Lanang malah gembira? Batin Mak Rodiah bertanya-tanya.
Tak menjawab, Lanang malah memeluk sang ibu. Ia bahkan mengangkat sang ibu, berputar sekali kemudian menurunkannya.
Mak Rodiah terkejut, tetapi senang. Ia tak pernah melihat anaknya seriang ini.
“Ratih hamil, Mak! Aku akan jadi ayah! Emak akan jadi nenek!” umum Lanang.
Mata Mak Rodiah membelalak. Ia menangkupkan tangan ke mulutnya yang menganga. “Alhamdulillah!” pekiknya ikut gembira. Ia lantas menghampiri Ratin, memeluk dan mencium pipinya. “Ini beneran?” tanya menoleh pada Lanang.
“Iya, Mak!”
Mereka pun bersorak bersama.
“Jadi nenek!”
“Jadi ayah!”