Ia tak tahu dirinya sial atau untung. Setelah ragu meninggalkan rumah untuk pergi ke tebing sekadar refresing, di tengah jalan, ban motor ojek yang membawanya bocor. Mak Rodiah protes. Apalagi hari tengah terik-teriknya. Sang mengendara memohon kepada penumpangnya itu supaya tidak komplain ke perusahaan. Pun tidak memberinya bintang satu. Sebagai ganti, sembari menunggu ban motornya ditambal, sang pengendara membelikan seplastik es kelapa muda kepada Mak Rodiah.
Wanita tua itu pun menikmati esnya dengan suka cita. Dia berjanji tak akan komplain ke perusahaan dan memberikan bintang satu. Toh, bagaimana cara melakukan kedua tindakan itu pun dia tidak tahu. Dia menunggu tukang tambal ban bekerja dengan duduk di kursi sembari mengawasi kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Di seberang tambal ban, agak ke kiri, ada hotel. Hotel itu tidak mewah seperti hotel Ritz Curlton yang megah. Namun, tidak sejelek hotel kelas melati di sudut-sudut kota yang kotor. Hotel itu memiliki kafe di samping lobinya. Mak Rodiah dapat melihat orang-orang yang sedang duduk-duduk menikmati makanan ringan di sana sembari mengobrol dengan orang di depannya. Sebagian ada yang sendiri, ditemani laptopnya. Ia juga dapat melihat mobil-mobil yang masuk ke area parkirnya.
Mendadak, tampak sebuah mobil yang familier masuk dan parkir di sana. Mata Mak Rodiah membelalak saat menyadari siapa pemilik mobil itu.
Seorang lelaki berpakaian kasual turun dari mobil itu. Dasinya yang panjang berkibar tertiup angin. Satu tangannya menangkup ke telinga. Sepertinya ia sedang menelepon. Kulit wajahnya yang putih tampak bersinar terkena cahaya matahari. Jantung Mak Rodiah berdegup lebih kencang ketika melihat Ilham masuk ke hotel.
Untuk apa Ilham ke hotel? Mungkinkah dia akan menemui kekasih gelapnya? Atau sebatas bertemu dengan klien?
Untuk memuaskan rasa penasarannya, Mak Rodiah ingin pergi ke sana. Tetapi, ia ragu. Ia sudah berjanji tak akan ikut campur lagi.
Aduh, gimana, nih? Dia bimbang. Kesempatan itu tak akan datang dua kali. Kapan lagi ia dapat mengetahui siapa kekasih gelap suami Arini? Namun, bagaimana kalau Ilham memergokinya? Ia pasti bakal dipermalukan habis-habisan. Tak hanya itu, Ilham pasti akan mengadu ke Lanang. Atau malah membuat postingan dan menyebarkannya ke sosial media sehingga para netizen membullynya, seperti yang diberitakan di televisi kemarin. Sekarang, apabila ingin mempermalukan seseorang, tak perlu repot-repot. Tinggal sebar aibnya saja ke sosial media.
Mak Rodiah merinding memikirkan hal itu. Lanang bakal malu kalau sampai aib tentang dirinya viral. Ia tak mau hal itu terjadi.
Mak Rodiah bertekad akan berhati-hati. Mungkin dengan sedikit penyamaran, ia bakal aman. Ya, itu dia! Penyamaran!
Mak Rodiah meminjam helm dan jaket tukang ojek online yang bersamanya. Meski jaket itu sedikit kebesaran karena tubuh sang pengendara ojek yang tambun, tak jadi soal selama mampu menyamarkannya. Ia menaikkan ritsleting jaket hingga ke leher. Ujung-ujung bajunya ia masukkan ke dalam celana supaya tak terlihat. Ia menutupi kepalanya dengan helm dan masker. Sejak perjalanannya kemarin dengan Gugun, ia menyiapkan masker di dalam tas untuk jaga-jaga dari angin.
Setelah dirasa cukup, ia menyeberang jalan. Ketika masuk hotel, ia ragu sejenak. Langkahnya menjadi lebih pelan. Matanya waspada ketika mengedarkan pandangan, mencari sosok Ilham. Rupanya, lelaki itu tengah duduk di salah satu kursi kafe.
Langkah Mak Rodiah terhenti beberapa detik. Ia berniat berbalik. Ia terlalu takut dengan konsekuensi yang harus ditanggung apabila ketahuan.
Sekarang atau tidak sama sekali, batinnya menggoda. Ia menarik napas dalam-dalam, lantas nekat.
Mak Rodiah mengeluarkan ponsel. Ia pernah melihat para pengendara ojek online yang tengah menunggu pesanan selalu memainkan ponsel. Maka dari itu, ia pun berpura-pura melakukan hal yang sama. Ia memesan minuman ke kasir untuk dibawa pulang. Ia menahan diri untuk tidak menoleh kepada Ilham. Jantungnya berderap bagai langkah kuda yang berlari. Adrenalinnya terpacu. Keringat membasahi lehernya. Ia dapat merasakan bulir-bulirnya mengalur turun.
Ia sedikit terkejut ketika kasir memintanya membayar. Namun sedetik kemudian ia berhasil menenangkan diri. Setelah menyerahkan uang, ia duduk di meja yang rada jauh dari tempat Ilham berada sembari menunggu pesanan. Ia berhati-hati supaya lelaki itu tidak melihatnya. Namun sebenarnya tidak perlu. Sebab, mata Ilham tak lepas dari ponsel sejak tadi.
Masih mengenakan helm, Mak Rodiah menunduk. Jemarinya mengusap-usap ponsel dalam mode tidur. Matanya mendelik ke depan, ke punggung Ilham.
Seorang pelayan tampak mengantar minuman ke meja lelaki itu. Mak Rodiah sabar mengawasi. Sampai pada detik itu, segalanya tampak aman.
Setelah menunggu beberapa waktu, pesanan Mak Rodiah datang. Ia mendengkus kesal. Lama sekali teman kencan Ilham datang. Jangan-jangan lelaki itu ke sini hanya menemui klien biasa. Dia toh tidak ke meja resepsionis untuk memesan kamar.
Mak Rodiah bimbang. Akankah dia bertahan di sana, atau pergi saja?
Sang pelayan di balik meja kasir kepergok menatapnya curiga. Terpaksa, ia bangkit.
Baru selangkah keluar dari meja, mendadak tubuhnya kaku. Matanya terbelalak melihat seorang wanita datang. Mulutnya di balik masker menganga ketika wanita itu menghampiri Ilham, lantas memeluknya sebelum duduk di seberang mejanya. Seolah sadar, ia kembali duduk. Ia mengucek matanya untuk memastikan bahwa yang dilihatnya adalah nyata. Dan, ya, ini memang nyata. Wanita itu adalah Ratih, mantunya.