Ny. Prasangka

IyoniAe
Chapter #29

Duapuluh Sembilan

Meskipun sudah menduga akan menemukan sesuatu di mobil anaknya, tetap saja Mak Rodiah berharap bahwa dirinya salah. Ia tak menyangka bukti yang ditemukan bakal segamblang itu. Wanita tua itu mendesah panjang. Ia sudah kembali ke rumah. Mobil sudah dikunci dan kuncinya ditaruh kembali ke tempat ia menemukannya. 

Baju berlumur darah yang baru saja ia temukan tergeletak pasrah di pangkuannya. Ia yakin baju itu milik Arini. Dilihat dari ukurannya saja sudah dapat dipastikan.

Mak Rodiah kini duduk lemas di kamarnya yang remang-remang. Dengan ditemukannya baju itu maka terbukti anaknya terlibat. Sungguh disayangkan Lanang memilih membunuh Arini ketimbang Ilham.

Mak Rodiah sedih. Ia mengira-ngira, ke mana Lanang menyembunyikan Arini? Mungkinkah ia menyekap Arini di rumah yang dibeli olehnya ketika menikah? Sepertinya, tidak mungkin. Di sana ada satu keluarga yang tengah mengontrak. Lanang tak bisa mengusir mereka begitu saja.

Kalau begitu, di mana? Mungkinkah ia membeli rumah lagi? Rasanya, mustahil. Mak Rodiah tahu anaknya tidak sekaya itu.

Gaji Lanang memang lumayan. Namun, hampir semua gaji ia transfer ke satu rekening. Kartu rekening itu dipegang oleh Ratih. Ia hanya mengambil seperlunya saja untuk makan siang dan bensin.

Untuk belanja keperluan sehari-hari, Ratih menaruh uang seratus lima puluh puluh ribu setiap harinya ke dompet yang terletak di atas kulkas. Jadi, kalau Mak Rodiah ingin berbelanja sayur maupun kebutuhan rumah tangga, ia bisa membelinya dengan uang itu. Jika ada kembalian, akan ditaruh kembali ke dompet. Di luar uang belanja itu, menjadi uang untuk jajan Ratih.

Sedangkan uang jajan Mak Rodiah, Lanang memberinya dari hasil sewa rumah. Ditambah uang asuransi suaminya, Mak Rodiah merasa sangat tercukupi. Jadi, ia tak pernah jajan dengan memakai sisa uang belanja. Lanang juga tak mungkin mengambil sisa uang belanja untuk membeli rumah baru.

Kalau begitu, mungkinkah Lanang menyewa tempat untuk menyekap Arini? Atau .... Mak Rodiah membelalakkan mata. Ia menatap baju itu sekali lagi. Ia menyadari satu kemungkinan lain yaitu: Arini tidak disekap. Dia sudah dibunuh dan mayatnya entah dikubur di mana.

Mak Rodiah mendekap mulutnya erat-erat. Ia menangis saat menyadari tak akan bisa bertemu wanita itu lagi. Dan, yang makin membuatnya pilu adalah kenyataan bahwa anaknya sendiri yang menghabisi nyawa Arini. Mak Rodiah terisak pelan. Ia mendekap baju itu di dadanya. Ia merasa kehilangan.

Selama ini, Arinilah yang menghiburnya, menemani hari-harinya. Mak Rodiah tak habis pikir Lanang melakukan hal itu. Namun, kalau dipikir kembali, bukan Lanang yang memulai ini semua, tetapi Ilham dan Ratih. Jadi, tidak adil kalau Lanang yang harus menanggung dosanya.

Sudah satu minggu tetangganya itu menghilang. Selama ini, Ilham mengira Arini kabur. Namun, bagaimana kalau dia sadar Arini tidak kabur, lalu melapor ke polisi?

Lanang akan ada dalam bahaya.

Polisi sekarang pintar-pintar. Tak perlu waktu lama untuk mencari tahu siapa pelaku penculikan dan pembunuhan Arini. Mereka akan menangkap Lanang, menuntutnya dengan pasal berlapis. Dan, akhirnya sang anak dipenjara, Ilham menang. Mak Rodiah ngeri membayangkannya. Ia tak sanggup melihat anaknya dipenjara. Ia bertekad akan melindungi Lanang, apa pun caranya. Namun, ia juga ingin keadilan untuk Arini. Mak Rodiah yakin ada suatu cara untuk membuat semua itu terwujud. Ia memeras otaknya.

Sebuah ide muncul dalam benaknya. Ide itu terinspirasi dari novel misteri yang pernah dibacanya dulu. Entah apa judulnya, ia lupa. Intinya, novel itu menceritakan seorang mahasiswa yang menulis biografi mantan narapidana pembunuhan. Setelah melalui wawancara panjang dan berliku, mahasiswa itu tahu bahwa sang mantan narapidana sebenarnya tidak bersalah. Dia dijebak oleh pelaku sebenarnya.

Lihat selengkapnya