Ny. Prasangka

IyoniAe
Chapter #32

Tigapuluh Dua

Mak Rodiah sedang tidak ingin bertemu siapa-siapa, kecuali anaknya. Ia juga sedang tidak ingin bicara dengan orang lain. Jadi, ketika ponselnya berdering, ia memilih mengabaikan panggilan tersebut.

Selang beberapa waktu kemudian, pintu gerbang rumah Mak Rodiah terbuka. Seseorang mengetuk pintunya. “Mak! Mak Ro!” Suara Bu Sandiman memanggil-manggil. “Mak! Kok teleponku nggak dingkat?”

Mak Rodiah tak menjawab. Ia terlalu lemah, plus malas menyahut.

“Mak?” Derit pintu depan terdengar. Sepertinya Bu Sandiman yang membukanya. Semalam, Mak Rodiah tidak mengunci pintunya. Saking sedihnya, ia sampai lupa.

“Mak, aku izin masuk, ya!" Langkah Bu Sandiman terdengar mendekat. Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka dan tampaklah sosok sang tetangga. Wanita pemilik warung makan tersebut masuk ke kamar. Ia meletakkan bungkusan plastik ke nakas di dekat ranjang Mak Rodiah sembari berkata, “Sampeyan ini, kalau ditelepon mbok ya diangkat. Bikin orang khawatir saja. Nah, sekarang bener kan dugaanku, sampeyan sakit.”

Mak Rodiah melengos. “Aku nggak sakit, kok.”

“Nggak sakit apanya? Orang udah kayak zombie gitu.”

“Enggak sakit,” Mak Rodiah bersikeras, “cuma lemes.”

“Ya, iyalah, lemes. Makanan dariku kemarin nggak sampeyan makan, kan?” Bu Sandiman keluar kamar sebentar. Ketika kembali, ia sudah membawa alat makan dan segelas teh hangat. Ia menaruh gelas teh ke nakas, kemudian membuka bungkus plastik yang dibawanya tadi, menuang isi yang rupanya bubur di piring. Ia lalu duduk di tepi ranjang, mencoba menyuapkan sesendok bubur pada Mak Rodiah.

“Aku nggak mau makan,” ujar wanita tua itu menjauhkan bibirnya dari suapan.

Bu Sandiman menurunkan sendoknya. “Jangan gitulah, Mak Ro. Sedih sih boleh, tapi kalau urusan perut jangan sampai lupa. Apa-apa kan asalnya dari perut. Hati senang, pikiran tenang, kalau perut udah kenyang. Lagian, apa sampeyan nggak kasihan sama Lanang? Dia pasti sedih kalau tahu ibunya ngambek makan kayak gini.”

“Bukan ngambek. Aku nggak mau makan biar sakit. Kalau aku sakit, Lanang kan nanti nengokin.”

Bu Sandiman menghela napas panjang. Ia menatap Mak Rodiah dengan intens sebelum berkata, “Mak Ro, tahu, nggak? Aku tuh iri sama sampeyan. Lanang itu kuperhatikan anak yang mandiri, pekerja keras, berpendirian.”

Lihat selengkapnya