Berita itu datangnya dua hari setelah mayat Ilham ditemukan. Tayang di televisi. Hanya singkat saja.
Kala itu Mak Rodiah tengah duduk di sofa. Dua hari berbaring di kamar terus membuatnya bosan. Lagi pula, tubuhnya sudah lebih sehat. Meski masih sakit ketika menelan, namun ia doyan makan. Kekuatannya sudah bertambah. Demamnya juga sudah turun.
Awalnya, Mak Rodiah ingin mengganti saluran televisi. Sebab, pada jam-jam makan siang, liputan yang menarik dari berbagai kantor-kantor berita disiarkan. Ia tak suka menonton berita tentang kriminal, kemacetan, atau pun politik. Ia lebih suka gosip artis. Ketika akan memencet remot, sang pembawa acara menyiarkan,
“Telah ditemukan sesosok mayat berjenis kelamin laki-laki tersangkut karang di daerah pantai selatan, Jogjakarta. Polisi menemukan identitas korban yang merupakan warga lokal. Dugaan awal, mayat tersebut merupakan korban begal. Berikut laporannya.”
Setelah laporan singkat pembawa acara itu, layar televisi menunjukkan gambar beberapa lelaki memakai kaus bertulis TIM SAR menenteng kantung mayat. Narator mengulang perkataan sang pembawa acara yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan,
“Dugaan awal, mayat tersebut merupakan korban begal. Mobil korban ditemukan dalam keadaan terbuka. Barang-barangnya hilang. Polisi mengamankan dua orang yang diduga pelaku.”
Rekaman berganti dengan dua laki-laki kurus digelandang ke kantor polisi dengan tangan terikat. Mereka menunduk ketika melewati kamera. Sekilas, tampak lebam di tulang pipi mereka yang menonjol. Lebam juga mewarnai salah satu sudut bibir mereka. Kemudian, adegan berganti. Seorang polisi yang berpangkat lebih tinggi dari Aiptu I Made Slamet memenuhi layar. Ia menjelaskan, “Pelaku mengaku mencuri barang-barang di dalam mobil, tetapi mereka tidak mengaku telah membunuh korban .... Tidak ditemukan tanda-tanda penganiayaan .... Kami masih menyelidikinya ....” Bicaranya terpenggal oleh pertanyaan dari para wartawan yang hanya terdengar samar. “Kami menduga korban kecelakaan atau bunuh diri karena ditinggal istri .... Kami masih mencarinya .... Sidik jari pada mobil sudah tidak relevan karena ulah para pencuri .... Tidak ada CCTV .... Tidak ada saksi .... Kunci mobil dan ponsel tidak berhasil kami temukan. Diduga hanyut ketika korban jatuh.”
Layar kembali ke pembawa acara yang membacakan berita berikutnya. Mak Rodiah baru sadar bahwa sedari tadi, ia menahan napas. Tanpa disebutkan identitas korban, ia tahu mayat itu pastilah Ilham.
Mak Rodiah merasa ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Ketika menoleh, tampak Ratih berdiri terpaku. Matanya menatap layar televisi tanpa kedip. Mulutnya sedikit menganga.
Setelah polisi datang memeriksa keterangan Mak Rodiah kemarin itu, Lanang menjemput istrinya dari mal. Ia meminta Ratih untuk tidak terkejut saat melihat banyak polisi yang datang ke rumah Ilham. Ia menjelaskan tentang kematian Ilham.
Ratih menerimanya dengan terkejut, juga sedih. Dia bahkan tak menutupi air matanya yang turun. Lanang diam saja. Meski tahu perbuatan istrinya, ia memberi waktu Ratih untuk jujur padanya.
Namun, sudah dua hari sejak mengetahui kematian Ilham, Ratih malah bungkam. Kadang, dia mengunci diri di kamar.
Selama dua hari pula, Mak Rodiah mencoba memaafkan mantunya. Meski berat, ia mencoba mengesampingkan kebenciannya, semata-mata karena permintaan sang anak dan keinginannya menggendong cucu. Meski begitu, ketika memandang wajah mantunya, ia kesulitan untuk memberi maaf. Masih ada, meski sedikit, rasa jijik di hatinya. Bahkan, saat wajah Ratih pucat seperti mayat karena mendengar berita tentang Ilham, ia tak menawarkan diri untuk membantunya duduk. Ia tak peduli.