"Ab, besok job nya mulai jam 8 pagi. Jam 7 gue jemput ya" "Dress code nya besok casual comfy." "Cari baju yang cocoklah ya. Pemotretannya outdoor, kemungkinan bakal ada hiking dikit ke puncak." "Inget! Besok jangan buat masalah lagi."
"Siap bos!" Jawab Abra santai menanggapi seluruh petuah dari manajer nya. Abra adalah seorang model ibukota yang baru saja pindah ke Bali.
"Ab, gue bingung deh sama lo." "Karir lo di ibukota lagi bagus lho. Nama lo juga lagi naik daun. Kenapa lo mau pindah kesini?"
"Sama aja kali, Zak. Mau gue dimana juga tetep ada job kan. Santai ajalah." Abra tetap menjawab enteng Zaki, manajernya.
"Ab, gue ngomong bukan sebagai manajer lo ya, gue sekarang ngomong sebagai sahabat lo. Gue kenal lo bukan setahun dua tahun, Bro. Kita udah kenal lama. Gue tahu siapa lo. Mau bgimanapun lo benci sama bokap lo, gue tahu lo kesini karena bokap kan."
Abra terdiam mendengar omongan Zaki. Sahabatnya benar, dia memutuskan pindah ke Bali agar bisa mengawasi ayahnya. Abra memang membenci ayahnya, namun amanat ibunya sebelum meninggal sangat dipegang teguh olehnya.
"Gue cuma tidak mau almahrum mama kecewa karena gue tidak melaksanakan amanatnya." "Sebenci apapun gue sama dia, dia tetap ayah kandung gue, Man." "Gue ngga peduli kalo karir gue harus mulai lagi dari nol disini, asal gue bisa ngawasin ayah gue. Ya lebih bagus gue bisa menghentikan kebiasaan mabuk dia." Jawab Abra mencoba menjelaskan ke Zaki dengan sangat detail. Zaki tahu Abra sangat membenci ayahnya karena sering melakukan KDRT terhadap ibunya, namun Abra juga sadar kalau ayahnya sangat menyayanginya.
"Gue ngerti, Bro, tapi lo harus inget ya, lo itu model, yang orang lihat dari model itu fisiknya. Jadi, ga ada lagi ya gue liat lo babak belur kayak semalem. Beruntung make up bisa bantu menyamarkan bekas lebamnya, kalo ngga matilah gue, bisa ngga lo gaji sebulan." Zaki mencoba mencairkan suasana karena dia tahu Abra pasti sedang kepikiran ayahnya.
"Bisa aja lo. Iya gue janji, gue bakal bisa kontrol emosi gue."
Percakapan mereka terhenti saat ada telepon masuk ke telepon genggam Zaki dari rumah sakit yang menginformasikan ayahnya kecelakaan dan sedang dirawat di rumah sakit di Bali.
"Bro, ke rumah sakit sekarang. Bokap lo."
Abra yang sudah mengerti maksud perkataan Zaki langsung dengan cepat mengambil kunci mobil dan meluncur ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Abra tidak tenang dan sangat takut jika terjadi sesuatu dengan ayahnya. Sebenci apapun Abra dengan ayahnya, dia tetap menyanyanginya.
"Dengan saudara Abra?" Sesampainya di rumah sakit, seorang petugas rumah sakit langsung menyapa orang yang diduga Abra.
"Iya benar, Dokt, ayah saya gimana?" Abra terlihat sangat cemas.