NYAMAN

Marshchellow
Chapter #5

Awal Pertemanan

"Bry, is that him?" Claire berbisik ke telinga Bryan di pemakaman Ayah Abra, Harry Wicaksono.

"Yeah, he is Abra Wicaksono. Anak Om Harry. A talented model. Sekarang dia gabung di agency ku." Bryan menjawab Claire dengan detail.

Proses kremasi Harry Wicaksono berlangsung khidmat. Semua kolega yang datang bersalaman dengan Abra untuk menyampaikan ucapan duka citanya.

"Kami turut berduka cita ya, Abra." "Yang kuat ya, yang sabar." "Ke depannya jadi gimana? Tetap jadi model atau nerusin usaha papamu?" Ucap salah satu pelayat dengan nada agak menyindir. Abra hanya mencoba tersenyum dan tidak membalas pertanyaan pelayat tersebut. Abra juga mendengar beberapa cicitan pelayat lain yang memojokkannya.

"Sayang banget kan bisnis Pak Harry ngga mau diterusin sama anaknya. Anak tunggal lho. Mirip sama mamanya ya, tertariknya sama dunia entertain. Dia pasti sama sekali ngga ngerti bisnis."

"Kasihan banget ya Pak Harry. Punya anak tapi kok ngga mau bantu bisnis bapaknya, padahal bisnis Pak Harry itu udah maju banget. Sama banget kan tuh anaknya sama mamanya."

Abra menahan emosinya mendengar bisik-bisik gosip dari pelayat yang datang. Ia sadar mereka tidak tahu kondisi keluarganya dan hanya melihat dan mengomentari apa yang menjadi buah bibir orang-orang di kalangan bisnis. Mereka benar, Abra memang tidak pernah mau ikut campur dengan bisnis ayahnya, selain karena tidak berminat dengan dunia bisnis, Abra juga ingin menunjukkan bahwa pencapaiannya selama ini di dunia entertain adalah bukan campur tangan dari tangan dingin ayahnya. Abra juga tidak ingin hidup seterusnya pada bayang-bayang ayahnya. Baginya, kolega bisnis akan terus membanding-bandingkan kesuksesannya dan kesuksesan ayahnya apabila dia ikut terjun dalam bisnis yang sama. Sebagai pengusaha di bidang properti, Harry Wicaksono tentunya memang merupakan nama yang disegani, tidak hanya di Pulau Bali, namun juga di ibukota.

"Kasihan sekali ya, Bry. It's not his mistake. Dia ngga mau ngelanjutin bisnis ayahnya karena memang mau berkembang sendiri sesuai dengan passion nya kan?" Claire ikut sebal dengan celetukan-celetukan dari pelayat di kiri kanannya.

"Well, Clay, people just say what the wanna say. Aku juga ngga setuju dengan jalan pikir mereka. Biarin ajalah." Bryan mencoba memaklumi keadaan itu karena memang itulah harapan semua orang tua pebisnis untuk anaknya bisa terjun melanjutkan kerajaan bisnis mereka.

Lihat selengkapnya