Setelah pertemuan di krematorium, Abra, Bryan, dan Claire menjadi dekat dan sering hang out, Zaki juga sudah ditugaskan Abra untuk mengurus hal yang berkaitan dengan harta ayahnya. Selain sahabat dan manager, Zaki memang merupakan tangan kanan dari ayah Abra dan mengerti semua tentang bisnis yang dijalankan oleh ayahnya. Bagi Zaki, Abra sudah seperti saudara kandungnya sendiri, begitupum sebaliknya.
"Gimana acara doa nya, Bro?" Tanya Zaki lewat telepon.
"Lancar, Bro. Claire sama Bryan juga ikut dateng bantu. Eh iya, besok gue ada jadwal meeting online ya bareng klien dari Australia? Kalo ngga salah namanya Brandon." Abra mencoba memastikan.
"Iya bener, itu papanya Claire, calon mertua kan?" Zaki sedikit bercanda. "Mr. Brandon ini orangnya friendly tapi dia kritis banget. Lo harus siap kalo dia banyak nanya. Bokap lo juga udah sering kok kerja sama dengan beliau, jadi lo tinggal nerusin good track record bokap lo aja. Oh iya sama satu lagi, gue sekalian mau ngomongin konsep production house yang pengen lo kembangin. Ini sebenarnya udah siap banget, Bro." Zaki memang bisa diandalkan dalam hal mengurusi bisnis ayahnya.
"Untuk production house, gue mau coba jalin kerja sama dengan manajemennya Bryan, Bro. Nanti coba gue desain dulu ya. Ini gue harus ngadepin bokap Claire dulu nih. Takut gue. Takut malah ngecewain." Abra berujar sambil menarik napas panjang karena ia memang takut hasil rapat dengan ayah Claire tidak berjalan sesuai harapannya. Zaki memang biasa mengurusi semua urusan bisnis ayahnya, namun Zaki tetap ingin Abra yang memegang kendali perusahaan seperti yang diamanahkan oleh ayahnya.
Abra memutuskan untuk menelepon Claire untuk bertanya tentang ayahnya, akan tetapi teleponnya tidak diangkat. Abra merasa khawatir karena tiga kali teleponnya tidak dijawab Claire. Ia memutuskan untuk menelpon Bryan. "Bry, lagi sibuk ngga? Ada yang mau gue tanyain." Abra memulai pembicaraan tentang ayah Claire, "Gue mau nanya dong ayah Claire, Mr. Brandon orangnya gimana?"
"As business partner?" Bryan mencoba memastikan. "Kalo masalah bisnis sih ngga diragukan lagi, Ab. Uncle Brandon orang yang hebat. Setahu gue, beliau sama bokap lo partner bisnis yang baik. Lo tenang aja, yang penting well prepared aja. Amanlah, Bro."
"Oke noted, thanks Bry." Balas Abra singkat dan melanjutkan untuk menanyakan Claire, "Eh Bry, tadi gue coba menelpon Clay kok ga diangkat ya? Sibuk apa tuh anak? Tapi perasaan gue ga enak, Bro."
"Serius lo? Clay kalo ga jawab telepon berarti sudah tidur, tapi jam segini sih jarang banget dia tidur. Jangan-jangan ribut lagi sama Mami Sonia. Tapi tenang ajalah, Ab. Clay biasa kalo badmood pasti ngilang." Bryan mencoba menenangkan Abra, padahal sebenarnya dia juga merasa khawatir karena Claire memang akan memilih menyendiri jika sedang ada masalah.
Selepas dari telepon dengan Bryan, Abra tidak bisa tidur, ia khawatir dengan Claire. Meskipun belum kenal lama, Abra yang jarang memiliki teman dekat, ia merasa cukup dekat dan nyaman dengan Bryan dan Claire. Tiba-tiba, Abra mendengar suara pintu rumahnya seperti ada yang mengetuk, ia kaget karena ternyata yang datang ke rumahnya adalah Claire.