"Jadi menemui Mama?"
David mengangguk tanpa berpaling.
Aku menoleh. Memandang David sambil menggigit bibir.
"Ada apa?"
"Heh?"
"Kebiasaan deh, kalau lagi cemas pasti bibir digigit-gigitin."
Aku terpana.
"Kok?"
"Apa?" Senyum David mengembang. "Kau pasti mau tanya, kok aku tahu kau sedang menggigit-gigit bibir?" Cowok itu berpaling. "Feeling saja."
"Masa?"
"Ya," katanya, sambil mengalihkan pandangan ke kemudi. "Merem juga tahu, Sil. Kau kalau lagi ingin tahu sesuatu tapi menahan diri untuk bertanya, pasti bibirmu yang jadi korban."
"Sok tahu!"
David tertawa.
"Nanti juga kau tahu sendiri, Sil."
"Aku tidak suka main rahasia."
David tersenyum. Mengacak-acak rambutku. Aku menatap kesal.
"Cowoknya tuh disayang, Sil. Aku kenapa, sih? Buat kau kesel, ya?"
Aku merengut.
"Masih penasaran?"
"Tidak."
"Iya, penasaran." David berpaling sambil tersenyum. "Iya, kan?"
"Tauk, ah!"
David lagi-lagi tertawa.
"Jangan keseringan cemberut."
"Kenapa? Tidak cantik, gitu? Cari saja sana cewek yang cantik dan tidak suka cemberut."
"Sayangnya aku sudah cinta mati sama cewek di sebelahku ini. Yang suka cemberut. Yang suka nangis tiba-tiba. Yang suka dadakan manja, nah yang ini aku paling suka nih, Sil." Kata David sambil tersenyum. "Kalau disuruh cari yang lain kayaknya tidak bisa, tuh. Gimana dong?"
"Tauk!"
"Oh nambah lagi, Sil. Yang suka marah-marah tidak jelas."
"Salah sendiri kenapa mau sama cewek model kayak gitu."
David tertawa.
"Aku menyayangimu bukan karena kau cantik. Tapi karena semua yang ada di dirimu terlihat sempurna di mataku."
"Gombal saja terus."
"Kok gombal?" David menahan senyumnya. "Siapa yang gombal? Aku serius."
Aku terdiam. Membuang tatap ke arah jalan.
"Masih marah?"
Aku menggeleng.
"Kok melihatnya ke jalan? Aku berasa supir, loh."
"Supir bukan?"
David menghela napas. Melihat kendaraan di belakangnya dari kaca spion dan perlahan menepi.
"Kok berhenti?" Tanyaku, berpaling menatapnya.
"Aku tidak suka bertengkar denganmu. Melihatmu marah-marah sejak tadi, aku tidak bisa konsentrasi mengemudi, Sil."
"Aku tidak marah-marah."
David menatapku lembut. Aku terdiam.
"Tidak ada rahasia apa pun, Sil."
"Kalau begitu cerita, ya? Kan aku cuma nanya, kenapa kau mau bertemu Mama?"
"Nanti aku kasih tahu, tapi tidak sekarang."
"Katanya tidak ada rahasia."
"Sil?" Panggil David pelan. Aku berpaling. "Aku cuma ingin bertemu Tante. Perihal nanti aku mau bicara apa dengannya, aku juga belum tahu."
"Pelit banget, sih!" Cemberutku.
David tersenyum.
"Sejak kapan ya, seorang Sisil jadi kepo kayak begini."
"Siapa yang kepo!"
"Ngambek, nih."
"Memangnya aku anak kecil, pakai acara ngambek."
"Oo jadi cuma anak kecil ya, yang boleh ngambek?"
"Dave!"
David tertawa.
"Nanti kalau sudah bertemu Tante, aku pasti cerita. Tunggu, ya.'
"Janji?"
David mengangguk.
"Janji, sayang."
"Gombalnya tidak usah mode on bisa, tidak?"
"Loh? Salah ya manggil sayang."