Gunther menyibak sedikit tirai di jendela kamarnya. Bayangan dua orang di pendopo mencuri perhatiannya sejak tadi. Sampai harus berbohong pada Mbak Nah, mengatakan dia sangat lelah dan mengantuk jadi ijin ke kamar atas untuk istirahat.
Baru kali ini dia seperti ini. Baru kali ini dia ingin tahu urusan orang lain. Ya ampun, kalau Gisela dan Mom tahu kelakuannya kali ini, habis sudah mereka menggodanya setiap saat.
Apa yang menarik dari gadis itu? Sampai membuatnya nekat ngebut menyelesaikan semua mata kuliahnya. Sampai membuat mata dosen yang super killer itu menatapnya tak percaya. Gunther tertawa dalam hati. Ingatan di hari itu sering membuatnya geleng-geleng kepala. Sekeras itu usahanya untuk seorang gadis, yang jelas-jelas sangat mencintai cowok lain di hatinya. Apa yang kau inginkan sebenarnya Gun? Tanya hatinya.
Mungkin saat itu Mr Brugman menyangkanya sudah sinting. Di saat mahasiswa lain masih santai-santai, dia malah sibuk berlari dari rumah ke kampus, setiap hari! Mencari dosen yang terkenal super killer lagi! Tapi dia mungkin memang sudah gila. Syarat dari Mom untuk terbang ke tempat gadis itu cuma itu. Jadi apa boleh buat. Dan Gisela? Adik tersayangnya itu begitu mendengar dari Mom langsung menelpon, menggodanya tanpa henti. Menyebalkan memang adiknya yang satu itu, senyumnya membayangkan Gisela.
Apa yang menarik dari gadis itu? Pertanyaan yang selalu terngiang tanpa henti di kepalanya.
Awal bertemu, dia ingat saat itu. Gadis itu datang dengan wajah berbinar dan antusias ingin segera mendatangi tempat-tempat yang selalu didengarnya dari adiknya Gisela. Tak peduli capek dan lelah, baru datang bibirnya tak berhenti bertanya dan bertanya. Mata berbinarnya itu... Gunther tersenyum mengenang, Mata itu mampu membuatnya 'melihat'. Celotehnya yang riang , tawanya yang bahagia, senyum polosnya, gerak-geriknya yang membuat ramai dan ceria rumah, kehangatannya, tanpa sadar membuatnya mulai memperhatikan gadis itu. Tanpa sadar matanya terpaku. Semua yang dilakukan gadis itu seperti menyihir hidupnya. Bagaimana mungkin gadis itu mampu membuatnya jatuh cinta seperti ini?
Dan Gisela? Adik semata wayangnya itu, ternyata juga menyadari perubahan dirinya. Sesuatu yang masih samar dan terasa mulai mengganggu, dan adiknya lah yang menjabarkannya dengan senyum menggodanya.
"Kau jatuh cinta padanya. Iya kan, kakakku tersayang?"
Gunther menjitak kepala Gisela, main-main.
"Sembarangan! Siapa juga yang jatuh cinta?"
"Tidak usah bohong. Udah kelihatan tauk!" Cengir Gisela.