Cerita ini agak ganjil. Bukan berarti ini unik atau berbeda dari yang lain, hanya saja aku tidak ingat pernah mendengar cerita dari siapa atau di mana. Maaf jika sedikit membingungkan, sederhananya aku juga tidak tahu asal usul cerita ini. Ia tiba-tiba datang ke kepalaku suatu pagi dan aku terus mengingatnya. Begitulah.
Dini hari, Sabtu di akhir bulan Juni beberapa tahun lalu. Badanku kuyup oleh keringat dan kasur berwarna abu-abu milikku seperti baru saja diangkat dari samudra yang dalam. Namun, tubuhku menggigil dahsyat. Gigi bergetar, tangan gemetar, kuduk merinding.
Teman sekamarku berkata kalau aku sedang demam. Malam itu aku menggigau terus menerus, katanya. Tapi saat itu bukanlah demam, aku tidak merasa pusing atau mual. Ini adalah rasa takut atau mungkin sedih.
Hari itu aku ada lomba lari jarak pendek, babak penyisihan. Tetapi sejak bangkit dari kasur jiwaku kosong melompong, seperti tidak ikut bangun bersama, tertinggal dalam mimpi. Seakan jiwa itu ditukar dengan cerita yang terus memenuhi otakku saat itu oleh seorang peri, atau penyihir, atau Tuhan. Aku tidak tahu.
Jika memang begitu, sungguh licik dia menukar jiwaku dengan cerita yang bahkan akhirnya tidak kuketahui. Benar sekali, ceritanya berhenti sebelum klimaks. Dan pikiranku masih terjebak di dalamnya.
Ketika jam menunjukkan pukul tujuh, aku dipaksa teman sekamar untuk berhenti melamun dan bersiap-siap karena ada lomba lari yang harus dimenangkan tiga jam lagi. Jika memang aku belum kalah duluan di mimpi, katanya.
Aku ingat hari itu adalah perlombaan penting untuk melaju ke seleksi olimpiade nasional. Hari yang sulit dilupakan sebenarnya. Aku kalah hari itu, memalukan. Setelah unggul di setengah trek lari, kecepatanku melambat dan disalip peserta lain. Keempat, sayang sekali.
Di tengah hentakan kaki itu pikiranku benar-benar terbang ke tempat lain, mencari bagian cerita yang hilang. Hal itu membuatku hilang fokus dan sedikit salah pijak yang membuatku kalah. Bukan berarti aku ingin membuat alasan, ya.