Nyanyian Tuan Paus

DameNingen
Chapter #3

Chap1 Part2

Matahari masih nyaman mengenai kulit. Udaranya juga tidak terlalu panas. Aku berencana mengelilingi kompleks perumahan ini dan sedikit ke sekitar SD-ku dulu. Harusnya tidak sampai lima km memutar. Namun, aku salah perhitungan.

Nafasku terengah-engah. Paru-paru perokok berat memang tidak bisa bohong. Bodoh rasanya, aku tidak pernah olahraga selama semester ini dan sekarang mencoba lari sejauh lima km.

“Sial!”

Ingin pingsan rasanya.

Aku menyerah! Terpaksa aku istirahat di pinggir jalan, di bawah pohon trembesi yang cukup redup. 

Kebiasaan merokok, minum kopi, dan bergandang memang tidak baik. Kuingat lagi kapan terakhir kali aku jogging, mungkin setahun lalu.

Pusing sekali kepalaku.

Langit benar-benar biru bersih tanpa awan, cukup untuk membuat perasaanmu bersemangat menjalani hari kecuali jika di atas sana tidak ada sebuah keganjilan. Jauh di atas, seekor paus biru raksasa terbang, melayang, atau berenang— aku tak tahu— di langit. Ganjil sekali. 

Penglihatanku tidak salah. Di sana benar-benar ada seekor paus raksasa dengan tubuh sedikit transparan melayang-layang. Seperti halusinasi rasanya, tapi benar-benar nyata. 

Aku ingat ketika pertama kali paus itu terlihat olehku ketika selesai operasi kaki lima tahun lalu. Kutanya semua orang apakah mereka melihat itu juga tapi tak ada yang menjawab iya. Mereka melihatku bak orang sakit jiwa.

Sungguh sampai sekarang paus itu terus menerus berada di atas sana, tepatnya di atas kota ini. Tak bersuara, hanya terbang ke sana-sini. Ketika aku pergi ke kota lain untuk kuliah, ia tetap di sini. Sungguh aku bingung sampai sekarang. 

Namun, untuk saat ini aku tidak terlalu memperdulikannya, toh, mungkin memang hanya halusinasi.

Melamun demikian membuat kepalaku semakin pusing rasanya. Sampai membuatku berhalusinasi mendengar sebuah kucing memanggil namaku.

Faresta!

Mau copot rasanya jantungku. 

Kucingnya bisa bicara, atau demikianlah yang kulihat dan dengar. Seekor kucing hitam legam dengan warna mata cacat. Sungguh aneh sekali. Matanya berbeda di mana sebelah kanan warna kuning dan sebelah kiri warna biru. 

Kepalaku tambah pusing.

Sementara aku kebingungan, dari jauh mendekat seorang gadis berseragam SMA. 

“Hita!” panggilnya. Kemudian kucing itu mengeong. Apakah itu namanya?

Menyadari kehadiranku gadis itu berkata, “Ah, maaf, bang. Itu kucing saya kabur.”

Aku bilang tak apa-apa, tidak mengganggu juga. Wajahnya sedikit kaget melihatku, apakah aku menakutkan?

Gadis itu menjongkok dan kemudian mengangkat kucing itu ke dalam pelukannya. 

“Sedang apa di sini, bang?” tanya dia.

“Hanya istirahat, kelelahan.” 

Aku ingin minum, jadi kutanya balik dia. “Ada warung nggak di sekitar sini?”

“Di ujung jalan ada warung internet, menjual minuman dingin, kok.”

Lihat selengkapnya