Nyanyian Tuan Paus

DameNingen
Chapter #4

Chap2 Part1

Pagi ini aku lansung menuju warung internet kemarin. 

Aku terpaksa terjaga semalam. Namun, ketika bangun kulihat masih pukul enam pagi. Ajaib.

Sungguh, sebenarnya aku memikirkan banyak hal semalam. Gadis dan kucing itu menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan paus di atas langit itu. Malam kemarin benar-benar nyata, tak mungkin aku berhalusinasi. Di sini aku ingin memastikan hal itu.

Pukul delapan aku sampai, kali ini menggunakan motor kopling berwarna hitam. Tak sanggup aku berjalan dari rumah ke tempat ini. Namun, tidak kutemukan gadis itu, malahan warungnya sangat sepi. Hanya ada penjaga yang sedang fokus dengan monitornya.

Sepertinya gadis itu belum akan datang, jadi kuputuskan untuk menyewa satu komputer untuk membunuh waktu. Kupilih meja paling ujung dekat dia bermain kemarin. 

“Satu jam saja dulu, mas.”

Baiklah, kata penjaganya kemudian menghidupan komputer yang kuminta. Ketika dia ingin pergi aku coba bertanya, “Mas, cewek SMA yang kemarin ke sini biasanya datang jam berapa?”

“Tidak ingat, hanya sekali-kali saja itu cewek main di sini.”

Bukan penghuni sini, ya?

Aku mencoba bermain game yang sama dengan yang dimainkan kemarin. Coba kuingat-ingat akun dan sandinya. Dua bulan lalu aku masih cukup sering memainkan game ini sebelum diserang tugas dan ujian akhir semester tanpa henti. Aku cukup bingung sebenarnya apa yang harus dilakukan, jadi kucoba keliling peta dan melawan bos-bos kroco sendirian. Sial, beberapa kali mati. Ternyata karakterku tidak lebih baik dari punya gadis itu.

Sekitar sejam atau kurang, aku memperhatikan sekeliling lagi. Ada beberapa anak SMA yang sama dengan kemarin berdatangan. Karena haus aku pergi ke penjaganya.

“Tambah satu jam,” pintaku. “Sekalian sebungkus rokok dan minuman cangkir plastik yang dingin.”

Diambilnya sebungkus rokok dan minuman kopi berwadah cangkir plastik murahan. Kemudian mengotak-atik sesuatu di komputernya dan berkata, “Sudah, satu jam, ya. Jadi totalnya nanti dua puluh lima ribu rupiah.”

Kuucapkan terimakasih padanya. Kulihat-lihat lagi ruangan warung internet itu, masih sama, dan gadis itu belum kelihatan batang hidungnya.

“Masih mencari cewek kemarin, bang?” tanya penjaga itu seperti membaca pikiranku.

“Ah, nggak. Saya cuma lihat di sini banyak anak sekolahan bolos.”

“Namanya juga bocah, bang. Mereka hanya tahu main dan main doang.” Disulutnya rokok dan menawarkan korek padaku. Kuterima dengan baik. Kemudian penjaga itu melanjutkan, “Pelarian saja, biar tidak stress.”

Pelarian, ya? 

“Ngomongin apa?”

Dari pintu masuk yang terbuat dari besi lipat muncul gadis kemarin dan diikuti suara kucing di bawahnya.

“Kamu!” Kupanggil dia tapi diabaikan, lebih tepatnya hanya dibalas dengan, ‘Hai, bang.”

Segera ia menyewa komputer di sudut, meja yang sama dengan kemarin dan duduk di sana. Aku mengikutinya dari belakang dan duduk di sampingnya, meja komputerku tadi. Kucing hitam itu tidak mengikuti, dia memakan remahan roti yang ditabur oleh penjaga di depan pintu.

Kuberanikan mengajaknya bicara lagi. 

“Bisa kamu jelaskan kejadian semalam?”

Mengabaikan pertanyaanku, dia memulai game yang sama dan masuk ke akun miliknya.

Kucoba tanya sekali lagi, “Hei, sebelumnya siapa namamu?”

“Sherina.”

“Oke, Sherina. Maaf jika kurang sopan tapi bisakah kamu mejelaskan kejadian semalam?”

Lihat selengkapnya