Nyi Kemretek

Puput Sekar K
Chapter #7

Wisanggeni Tandang

Petruk tergopoh-gopoh berlari menuju basecamp Wisanggeni cs. Setidaknya ndoro-nya itu mesti mengetahui apa yang menjadi prahara rumah tangganya. Bukannya dia bermaksud membuka aib urusan domestik. Tetapi kepalanya sudah penuh menyimpan seluruh permasalahannya sendirian. Ditambah dengan hilangnya Prantawati. Ia berharap Wisanggeni memahami dan memberikan perizinan untuk mencari istrinya. 

“Istri saya hilang, Ndoro!” Petruk berteriak-teriak sampai ia sampai di lokasi latihan. Ia menyeka keringatnya yang bercucuran. Napasnya menggeh-menggeh, dengan setengah membungkuk ia berusaha mengatur napas. Satu per satu para kesatria mendekatinya. Mereka tidak paham apa yang Petruk teriakan. 

“Hilang? Maksudmu opo?” Bahkan Wisanggeni sendiri pun tidak paham pembicaraan Petruk. 

Setelah pernafasannya stabil, Petruk menceritakan permasalahannya. Semua ia ungkap tanpa ada yang ditutupi meski secuil upil. 

“Saya selama ini tidak pernah mengatakan apa-apa pada Prantawati, Ndoro. Rupanya ia salah paham. Hubungan kami seperti kopi yang dibiarkan semalamam tanpa diminum, atis, Ndoro. Kemarin waktu saya dapat cuti dari Ndoro Wisanggeni, saya langsung mendatanginya. Alahyung, enggak tahunya kamarnya kosong. Dia minggat dengan meninggalkan sepucuk surat yang mewakili perasaannya. Dia marah besar sama saya, Ndoro.”

E, lhadhalah, mesakno banget kowe, Truk!” ujar Wisanggeni prihatin. Ia menepuk-nepuk Petruk dengan iba.

Duh, Ndoro. Saya merasa gagal sebagai suami. Padahal usia pernikahan saya baru seumur jagung. Ibaratnya, lagi lucu-lucunya, Ndoro. Eeh, kok, ya, malah begini keadaannya.”

Melu prihatin, Truk!” Gatotkaca menimpali sambil merengkuh dan memeluk tubuh Petruk. Petruk sampai terbatuk berada dalam pelukan kesatria dari Pringgodani berotot kawat tulang besi itu. 

“Maap, Ndoro, saya engap, Ndoro?” Petruk pringisan

Sorry, Truk, wes setelane,” jawab Gatotkaca santai seraya melepaskan pelukannya.

“Terus, kamu ngerti ke mana istrimu kabur?”

Petruk mendengus kesal dengan pertanyaan polos bin goblok dari Wisanggeni. Memang terkadang, majikannya yang satu ini aneh tabiatnya. Tidak umum. Kesaktiannya memang tanpa tanding. Kecerdasannya juga di atas rata-rata, tapi blundernya pun tidak main-main. 

Lha, kalau saya tahu di mana Prantawati, saya enggak panik, tho, Ndoro! Udah saya tarik ke kamar, terus kuajak ehem-ehem!”

Ehem-ehem kui opo, Truk?” tanya Priambodo polos.

Petruk makin gemas. Satu lagi pertanyaan guoblok dari kesatria tampan putra Raden Janaka dari pertapaan Glagahwangi.

‘Ya Allah, gustiii, apa semua anak Ndoro Janaka sepolos ini?’ Petruk gemas sendiri.

“Heh, kamu enggak usah mbatin bawa-bawa nama bapakku. Wes, sekarang apa yang bisa kita bantu?” semprot Wisanggeni.

“Eh, maaf, Ndoro!” jawab Petruk cengengesan. Ia sering lupa bahwa Wisanggeni mampu membaca pikiran orang lain. Dan bodohnya ia melakukan hal itu hampir setiap hari. Maka tidak ada alasan baginya untuk berkelit.

Pikiranmu kuwi, jaaan, mbletrek! Wes, butuh opo kowe, kami pasti membantu!” tegas Wisanggeni.

“Anu, Ndoro, sebenarnya saya mau minta izin. Ndoro Bapa akan mengirim saya ke tempat Prantawati berada. Katanya tempat yang asing, tapi asing yang seperti apa, juga saya tidak tahu.” 

“Oh, yowis aku izinkan. Eh, tapi kamu enggak membocorkan aktivitas kita, kan?”

“Sumpah, tidak, Ndoro! Aman.”

Cah pinter. Nah, kalau urusan mencari orang, Kakang Priambodo ahlinya. Piye, Kang?” 

Lihat selengkapnya