Hari yang sudah masuk dinihari membuat mobil yang mereka kendarai bisa berkendara bebas. Reon memang pengemudi handal. Ia memainkan gas dan rem begitu efisien, membuat mereka tiba di lokasi lebih cepat.
Rumah itu berada di sebuah komplek perumahan. Berada di paling ujung di blok yang juga berada di paling ujung.
"Apa mungkin kau memang tahu aku akan mengajakmu kesini, ya?" Tanya Hana. Dalam perbincangan tadi, tidak sekalipun Hana menyampaikan maksudnya untuk meminta bantuan Reon. Tapi Reon seakan mengerti dan bahkan menginginkannya.
Sang Detektif tersenyum. "Biar aku yang tangani sendiri. Begitu katamu saat di rumah sakit. Itu sudah menunjukan kalau kau butuh bantuanku." Ucapnya. Mereka lantas turun dan mulai berjalan masuk melewati pagar ke pekarangan rumah.
Rumah itu cukup luas. Bisa dibilang mewah untuk seorang kepala polisi yang hidup sendiri. Jaka yang sudah berumur 32 tahun memang belum menikah. Halamannya terlihat sedikit rapih. Reon bergidik karena merasa terganggu dengan tinggi rumput yang tidak merata.
Pintu kayu berwarna putih tertutup rapat. Saat Reon membukanya, suara decitan pintu terdengar cukup nyaring.
"Mayat ditemukan pukul 1 siang. Saat itu pembantu Jaka datang setelah pergi ke masjid. Saat ia tiba, Jaka sudah ditemukan tewas di sofa."
Hana menuntun Reon menuju ruang tengah. Sebuah tv menyala tanpa siaran apapun. Layarnya biru dan mengeluarkan suara dengungan yang cukup keras. Hana mengeluarkan ponselnya dan menunjukan sebuah foto pada sang Detektif.
"Mayatnya sudah dibawa oleh forensik. Tapi, beginilah kondisi korban saat ditemukan." Ucap Hana. "Hanya mayatnya yang diambil, sementara aku sudah meminta tidak ada apapun yang diambil selain itu."
Reon lantas melihat foto itu secara seksama. Jaka terbaring di sofa merahnya. Matanya melotot, mulutnya menganga. Tangannya menjuntai ke bawah, tepat di atas ponselnya yang saat ini masih ada di posisi itu. Setelah puas mengamati itu, Reon mengembalikan ponselnya pada Hana.
Langkah kaki Reon berlanjut menyusuri ruangan lainya. Sebuah ruangan berisi meja makan tepat di samping ruang tengah. Meja itu cukup panjang dengan empat buah kursi menghiasi pinggirnya. Sebuah piring berisi nasi goreng setengah penuh masih ada di atas meja itu lengkap dengan gelas berisi air minum.
Reon beberapa kali berjongkok menilisik bagian bawah meja. Hana memerhatikan hal itu dengan heran. Ia merasa apa yang Reon lakukan tidak berhubungan dengan teori yang sudah ia persiapkan.
Suara decit pintu terdengar, Reon dan Hana sontak melihat ke arahnya. Seorang pria berseragam polisi masuk, ia terdiam dan tersenyum sejenak saat melihat ada Reon disana.
"Lama tidak bertemu, Reonal." Sapa Pria itu. "Kau juga, Hana, penampilan mu semakin menarik." Ia lantas menyalami mereka berdua.