Cinta ternyata penjara dengan jeruji kasih sayang, maka kau kerap menangis tanpa merasa di bui kekasih.-Sujiwo Tejo
Yosicha Kirana Prasetya, anak ke dua dari pasangan Yundhi Edward Prasetya dan Tiara Prasetya. Ochi, panggilan sehari-harinya, tidak suka bila ada yang memanggilnya dengan panggilan Icha. Alasannya karena nama itu pasaran. Umurnya baru sembilan belas tahun sepuluh bulan, kuliah di Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen Pemasaran. Tadinya Ochi mau kuliah mengambil di Fakultas Seni karena Ochi suka melukis, tapi keinginan itu di tentang sang ayah dan Ochi memilih menurut. Itupun tidak serta merta, Ochi mengajukan syarat. Ia mau menurut untuk kuliah di Fakultas Ekonomi asal di beri ijin menikah muda dengan laki-laki pilihannya.
"Pede banget sih, memang Geva mau nikah cepat juga sama kamu, Dek?"
Yudhistira Edward Prasetya, kakak laki-laki Ochi, menentang keras kemauan adiknya menikah muda. Yudhi menyebut Ochi jelmaan arwah wanita jaman dulu yang suka menikah muda.
"Kak Yudhi kok ngomongnya gitu sih? Pasti lah Kak Geva mau nikah sama Ochi," katanya penuh percaya diri.
"Emang dia bilang gitu? Udah ngajakin? Mau ngelamar?" Cecar Yudhi.
Ochi kincep. Acara makan malam yang tadinya ramai, hening sejenak. Yundhi, sang kepala keluarga diam-diam juga menunggu jawaban anaknya.
"Ya enggak, maksudnya belum ngajak, tapi Ochi yakin sebenarnya Kak Geva mau kok nikah sama Ochi, lagi nyari waktu yang tepat aja buat ngomong sama Ochi."
"Karangan lo kan tu?"
"Iiih Kak Yudhi ga percaya banget."
"Ngapain gue percaya kalau bukan orangnya langsung yang ngomong."
"Kok gitu?"
"Emang mau gimana? Cowok, kalau memang serius, apalagi punya target nikah, pastinya nyari pawang ceweknya dulu, lah. Geva? Boro-boro nyari Mama Papa, ngapelin lo aja dia ogah."
"Kak Geva itu sibuk, ngerjain tesisnya, ga kayak Kak Yudhi banyakan nganggurnya," tegas Ochi membela pangerannya.
"Sok sibuk kali, ga mungkin kan seminggu full ga dapat libur, oke seminggu gue bisa ngerti, lha ini sebulan-bulan? Apa ga males namanya?"
"Kak Yudhi! Bukannya dukung Ochi."
"Idiii... ngapain gue dukung lo mau ngelangkahin gue."
"Kita cuma beda setahun empat bulan."
"Tetep aja gue lahir duluan, biar beda semenit, gue masih kakak lo," Yudhi nyolot.
"Kak Yudhi marah kan sebenarnya karena kak Inges nolak kak Yudhi, jadi marahnya sama Ochi."
"Ga ada hubungannya sama Inges, gue udah punya gebetan lagi," aku Yudhi, entah jujur atau tidak.
"Lo kakak yang ga berprike-kakak-an."
"Biarin, yang penting gue bikin lo sadar Geva ga ada niat sama lo."
"Ada."
"Ya kalau ada seenggaknya..."
"STOP!"
Tiara yang sedari tadi hanya menyimak adu mulut itu akhirnya bersuara menyudahi. Ia yakin, mereka tidak akan ada yang mau mengalah, baik Yudhi atau Ochi akan sama-sama mempertahankan pendapatnya.
Sebenarnya perdebatan ini bukanlah yang pertama, mereka sudah beberapa kali melakoninya di meja makan. Akar masalahnya hanya satu, Ochi yang ingin menikah muda dan melangkahi Yudhi, sang kakak.
Dan kenapa Tiara atau Yundhi tidak menginterupsi kedua anaknya, alasannya karena mereka sudah lelah. Berbagai pandangan tentang pernikahan telah mereka jejalkan pada Ochi, dan hasilnya, anak gadis itu tetap pada pendiriannya.
Yudhi dan Ochi memandang ke arah sang Mama yang duduk di seberang, ke arah sang Papa kemudian.
"Kapan ya terakhir kali kita dinner dengan tenang, Ma?" Sindir Papa Yundhi.
Bukannya takut, Ochi dan Yudhi malah mengurai cengiran.
Yazeed, si bontot, yang juga menjadi penonton tak mau ambil pusing dengan perdebatan kakak-kakaknya. Dia hanya menggeleng miris, ternyata meski dia anak paling kecil, nyatanya kakak-kakaknya lebih kekanakan dari dirinya.
"Mama nanti buatin kalian ring tinju, biar sekalian gontok-gontokan."
"Kak Yudhi duluan tu, Ma."
"Yosicha!"
Mendengar nama depannya di sebut lengkap, Ochi terdiam, menyadari bahwa dia juga salah.
"Selesaikan makan kalian dulu," Tiara melihat Ochi dan Yudhi bergilir, "Ochi nanti Mama mau ngomong."
Ochi mendesah dan mengangguk pelan menjawab Mamanya.
***