Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapapun, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa. -Sujiwo Tejo-
Malam ini semua berkumpul di kepala Ochi dan berputar seperti gasing. Tudingan kakaknya, Yudhi, pertanyaan Cae, perkataan pedas Zera, dan pertanyaan halus Mamanya tentang hubungannya dengan Geva. Beberapa kali Ochi mengambil napas, kemudian menghembuskannya. Semuanya masuk akal sih, dari sudut pandang mereka Ochilah yang paling gencar bergerak. Seperti kata Cae, ini seperti pacaran sepihak. Tapi, Ochi yakin sebenarnya Geva juga membalas perasaannya, hanya saja Geva sedang fokus dengan tujuan hidupnya dulu, menjadi dokter spesialis bedah. Jadi, waktu pria itu tersita di sana. Dan itu juga masuk akal bagi Ochi.
Ochi melihat ponsel yang tergeletak di atas nakas. Terbersit keinginan untuk membuktikan bahwa semua tudingan Kakaknya dan dua sahabatnya salah. Ochi akan bertanya langsung pada Geva. Menanyakan keseriusan pria itu dan perasaannya pada Ochi.
Di jam-jam seperti ini Geva biasanya sedang melakukan sift malam di ruang IGD. Kalau Ochi menelpon pasti mengganggu. Ochi mengulurkan niatnya. Tapi, kalau Ochi belum mendapat kepastian dia tidak bisa tidur sampai subuh besok. Ochi kembali menarik napas, kali ini lebih panjang dan dalam. Itu mengindikasikan dia sedang tersiksa.
Telpon
Enggak
Telpon
Enggak
Telpon
Enggak
Telpon
Enggak
.....
"Apa Ochi chat dulu aja kali ya?" Ochi memikirkan alternatif lain, "iya, chat dulu deh."
Me:
Kak, udah tidur belum? Lagi apa?
Satu menit, dua menit, empat menit...
Kak Geva:
Lagi jaga, kenapa Ochi?
Mata Ochi terbelalak membaca balasan, aduh mau bilang apa dia sekarang.
Me:
Ochi ganggu ga?
Kak Geva:
🙄
"Kok jawabnya emoticon gitu?" Tanya Ochi pada ponselnya, tak lama kalimat lain kembali membuatnya terkejut.
Kak Geva
Calling...
"Astaga, Kak Geva?" Ochi bungung sendiri, pertama kalinya Geva menelpon lebih dulu, "angkat ga ya?"
Ochi memejamkan mata, mengumpulkan keberanian.
"Hallo?"
"Kenapa belum tidur?" Tanya Geva di seberang, "tumben."
"Kak Gev sibuk ya, Ochi ganggu?"
"Enggak, lagi gantian istirahat kok, barusan teman kakak baru datang, kenapa?"
Ochi bingung sendiri, semua pertanyaan yang sudah ia susun buyar, mencar kemana-mana. Setitik rasa senang tumbuh di hatinya karena Geva menghubunginya lebih dulu.
"Ochi?!"
"Eh, iya, enggak, maksudnya Ochi kangen aja."
Astaga, pernyataan bodoh macam apa itu.
"Kakak ngangenin ya?"
"Iya, Ochi mau ngobrol" jawab Ochi tanpa pikir sambil meremas rambut, senyum sendiri.
"Ya udah mau ngobrol apa? Tapi nanti kalau kakak ga nyaut karena ketiduran jangan marah ya!"
"Gitu ya?"
"Becanda."
"Ya udah Kakak istirahat kalau gitu, Ochi tutup."
"Katanya mau ngobrol?"
"Iya, tadi ada yang mau Ochi tanyain, tapi kok lupa ya?"
"Coba inget-inget dulu! Kakak tunggu."
Duh Kak Geva manis banget sih.
"Bisa sampai subuh lho, kalau Ochi ingat-ingat lagi."
"Ya ga apa-apa, sekalian temenin kakak jaga."
Ochi guling-guling mendengar balasan Geva, Kak Gev udah dong Ochi udah mencair inih.
"Kak Geva kita pacarannya serius, kan?" Ochi akhirnya mengingat salah satu pertanyaan yang ingin ia lontarkan.
"Kenapa sus?... pasien ya? Berapa?"
Terdengar obrolan Geva dengan seseorang di sana.
"Oke sus makasih. Chi, Kakak tutup dulu, ada pasien datang, nanti Kakak telpon lagi ya."