Ochilisious

Aprilia Ningsih
Chapter #11

BAB 11

Ochi meneguk hingga tandas satu botol air mineral begitu ia tiba di rumah setelah menemani Tiara ke pasar. Sepertinya menemani sang Mama ke pasar rasanya sebelas dua belas dengan latihan wajib militer ala tentara. Pasar dua lantai yang lumayan luas itu harus ia putari beberapa kali karena kehebohan Tiara berbelanja. Untuk satu deretan dagang mereka harus lewati beberapa kali karena alasan di sana lebih murah lah, di sini, lebih bagus lah, ada barang ketinggalan lah, beli bakso di pojok aja lah, tukang daging yang di sini ga jualan jadi beli yang di sana dan Ochi beberapa kali tersenyum kikuk pada beberapa pedagang yang telah ia lewati lebih dari tiga kali .

Jangan di tanya keringat Ochi yang bercucuran. Begitu sadar anaknya kelelahan, Tiara baru mengajak Ochi istirahat sebentar di slot kue. Pemiliknya sangat ramah, sudah menjadi langganan Mamanya sejak lama. Konon katanya camilan kue basah yang ada di rumahnya adalah buatan tangan Bik Bah, nama si pemilik slot kue.

"Nama lengkapnya siapa, Bik?" Iseng-iseng Ochi bertanya waktu itu.

"Bahagia." Jawab Bik Bah polos.

"Bahagia? Serius?" Tanya Ochi kaget.

Bik Bah hanya tersenyum dan mengangguk. Waktu itu Tiara meninggalkannya di sana untuk mencari bawang.

"Namanya bagus banget, lho. Beneran Bik, Ochi serius, ga ada maksud ngeledek."

"Ngeledek juga ga papa Cantik, Bik Bah udah biasa di ledekin sama teman pedagang sini, buat hiburan Bibik juga kalau pasar sepi."

"Tapi Ochi ga ngeledek Bik, itu ceritanya gimana sampai namanya Bahagia?"

"Bibik juga ga ngerti, tapi kata orang tua mereka senang aja waktu Bibik lahir karena sudah lama menunggu untuk punya anak."

Ochi tertawa geli mengingat percakapannya, nyatanya dia bisa bertemu dengan orang yang memiliki nama unik. Dia pernah membaca artikel ada beberapa orang yang di beri nama unik oleh orang tuanya. Bukan hanya unik, tapi juga ekstrim seperti Tuhan, Wudhu, dan sekarang dia bertemu orang yang bernama bahagia. Meski di landa kesedihan, Bik Bah akan tetap merasakan bahagia, begitu kurang lebih filosofinya.

Ochi tiba-tiba terkesiap, "astaga," tangannya terangkat, melihat pada jam yang melingkar.

"Waduh, gimana nih?"

Ochi buru-buru kembali ke kamar, melakukan mandi kilat dan segera bersiap. Jika tidak segera ingat, bisa-bisa ia gagal bertemu Geva hari ini.

Ochi kembali berusaha membuat tampilan fisik yang terbaik dengan waktu yang terbatas. Di cermatinya dengan seksama pantulannya di cermin.

Mini dress tanpa lengan berwarna pastel, cardigan dengan model kimono, flat shoes dengan motif bunga tanpa sempurna menempel membalut tubuh semampai Ochi. Sentuhan akhir, Ochi memasang kalung dengan yang di penuhi motif bunga krisan. Membuat busana yang Ochi kenakan tampak semakin manis dan berwarna.

"Pas."

Ochi lalu menyambar tas yang telah ia siapkan sebelumnya, mengambil kunci mobil dan segera keluar kamar.

Langkahnya buru-buru menuruni tangga, "Maaa, Ochi jalan ya." Ochi berteriak lantang untuk Tiara.

"Iya, hati-hati, jangan ngebut, rumah sakitnya ga pindah kok."

Tiara menengok dari dapur melepas kepergian Ochi. Dia geleng-geleng kepala melihat tingkah Ochi yang seperti orang yang ketinggalan pesawat.

"Dasar anak muda."

***

Ochi menarik napas gusar saat kendaraannya terjebak macet beberapa meter dari rumah sakit. Dia sudah menduga sebelumnya, karena waktu akan menunjukkan jam makan siang. Wajar saja banyak kendaraan lalu lalang.

Mengingat hal itu, Ochi berencana mengajak Geva makan siang saja nanti setelah menyelesaikan ritual rutinnya membersihkan kuku dan mencukur jambang Geva.

Kendaraannya sudah berjalan, Ochi sudah tidak sabar agar secepatnya tiba di rumah sakit.

Beberapa menit kemudian, Ochi telah memarkirkan mobilnya di pelataran parkir di luar gedung. Dia sudah malas jika harus mencari lagi area parkir di basement.

Tanpa berpikir panjang lagi, Ochi segera keluar dari kendaraannya menuju pintu utama gedung.

Satpam yang mengenalinya mengangguk menyambut kedatangan Ochi. Ochi hanya melihat sekali lewat pada satpam itu dan memilih mempercepat langkahnya.

Di depan lift, sudah pasti Ochi bertingkah tidak sabaran. Untung saja pintu lift terbuka tidak lama setelah Ochi memencet tombol. Ochi senang bukan kepalang.

Begitu pintu lift terbuka di lantai ruangan Geva, Ochi secara otomatis memasang senyum manisnya. Dengan langkah pasti, Ochi mendekati ruangan dimana biasanya Geva beristirahat.

Lihat selengkapnya