Ochi berusaha mengontrol emosinya meski obrolan Geva dan temannya secara rusuh menyerang pikirannya. Berkali-kali membuang dan menarik napas Ochi lakukan sebelum menstater mobil.
Menit berikutnya, Ochi bisa menguasai diri. Ia menjalankan mobil dengan tenang. Berjalan beberapa meter, Ochi mulai berpikir, mau kemana dia sekarang?
Pulang ke rumah, rasanya terlalu cepat. Mamanya akan bertanya ini itu karena setiap Selasa biasanya Ochi akan pulang terlambat.
Ke kampus, Ochi tidak akan bisa menerima kuliah dengan perasaan kacau balau seperti sekarang.
Bertemu dua sahabatnya, ia yakin tidak akan banyak membantu. Cae dan Zera. Ochi tahu mereka meragukan hubungannya dengan Geva, terutama Cae. Dan insting dua sahabatnya terbukti sekarang oleh Ochi sendiri. Geva tidak benar-benar serius dengan hubungan mereka. Celakanya, pria itu memiliki wanita idaman sendiri.
Lolos, lagi-lagi air matanya keluar. Meski sudah lumayan jauh dari gedung rumah sakit, nyatanya tidak bisa membuat Ochi berhenti menangis.
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Tangis Ochi di sela oleh suara ponselnya yang berdering. Ochi mengambil benda pipih itu dengan tangan kiri. Hebatnya, nama Geva tertulis di sana. Ochi meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas. Membiarkan benda itu terus menerus berdering. Ia belum siap jika harus mendengar suara Geva sekarang. Ochi butuh waktu untuk berpikir. Menganalisa semua ucapan Geva yang ia dengar dengan pikiran jernih, baru setelah itu ia akan mengambil keputusan.
***
Geva terlambat beberapa detik saat mobil Ochi meninggalkan area parkir rumah sakit. Ia melihat mobil itu telah menembus jalan raya. Geva mengambil ponsel di saku jas snelinya, mendial kontak Ochi dengan gerakan cepat.
Sesuai dugaannya, Ochi tidak mengangkat panggilannya. Hingga beberapa kali mencoba dan semua usahanya berakhir sama.
Apa yang di dengar wanita yang memujanya itu? Geva tahu pasti keadaan ini tidak baik.
***
Ochi akhirnya berputar-putar di tengah kota. Tanpa arah, tanpa tujuan.
Tangisnya sudah berhenti, tapi hatinya masih ngilu dan sakit. Ochi masih tidak menyangka bahwa dirinya semerepotkan itu di mata Geva. Jawaban Geva akan semua tanya yang di lontarkan temannya sangat jauh dari prediksi Ochi. Ochi sempat berharap, Geva memberi jawaban diplomatis bahwa dia memang mencintai Ochi dan memiliki perasaan yang sama, saling menginginkan.
Entah sudah berapa jam Ochi berada di jalanan. Ochi terhenyak saat menyadari dia kembali berada di jalan yang mengantarkannya menuju rumah sakit. Lucu. Padahal Ochi sangat menghindari jalanan ini. Kenapa malah dirinya hanya berputar-putar di jalan yang sama.
Baru, baru kali ini Ochi mengalaminya. Jatuh cinta untuk pertama kali. Juga patah hati untuk kali pertama. Ochi masih kebingungan dengan perasaannya.
Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ochi tidak punya persiapan khusus untuk kejadian yang ia alami hari ini. Semua di luar rencananya. Dalam bayangannya, hari ini dia akan menemui Geva, memotong kuku pria itu, mencukur jambangnya, makan siang bersama, mengobrol sebentar dan menyelesaikan pertemuan mereka seperti biasa, saling berjanji untuk saling menghubungi.
Tanpa sadar Ochi memarkirkan mobil di depan kafe yang terletak di seberang rumah sakit. Kafe yang dulu pernah mereka singgahi untuk makan siang.