Angela pulang dari mall sekitar jam 14.30 wib. Ia sempet tertidur setengah jam di kamarnya karena kecapekan. Mamanya membangunkannya agar ia segera mandi sore. Angela menurut. Usai mandi sore ia mengobrol dengan mama papanya tentang belanja di mall bersama sahabat-sahabatnya itu. Usai makan malam barulah ia kembali masuk ke kamarnya untuk belajar.
Angela selesai menyiapkan buku pelajaran untuk esok hari. Ia baru saja menutup resleting tas ranselnya ketika ponselnya berbunyi. Bunyi pesan masuk dari WhatsApp. Angela meraih ponselnya untuk membuka pesan.
Terlihat wajahnya menyiratkan ekspresi tak suka. Ia menghembuskan nafas dengan kesal. Ia cemberut saat membuka pesan yang masuk itu.
[Cieee. Udah dapet pengganti nih]
Begitu bunyi pesan yang masuk. Pesan dari Randy.
[Apaan sih? Ga paham]
Balas Angela. Terlihat ia bersungut kesal. Randy sedang mengetik balasan.
[Repostapp di Instagrammu itu]
Alis Angela bertaut. Ia tampak berpikir sejenak. Beberapa detik kemudian dia ingat. Ia merepostapp postingan dari Instagram mamanya Raffa. Foto ketika mereka di food court siang tadi. Caption foto itu sebenarnya biasa saja. Mamanya Raffa menulis, foto bersama anakku Raffa dan teman wanitanya. Entah, kenapa Randy berpikir ia sudah dapat penggantinya. Angela mengetik sesuatu.
[Oh itu. Kirain apaan]
Randy membalas.
[Jadi beneran nih?]
Angela jadi sewot.
[Kalau iya emangnya kenapa?]
Ketiknya balik bertanya.
[Ga papa. Selamat deh. Akhirnya sama kita. Udah sama-sama punya pengganti]
Ketik Randy. Muka Angela masih terlihat marah.
[Iya. Makasih]
Balas Angela. Usai itu Angela meletakan ponsel di meja belajanya dan berlalu ke kamar mandi untuk mengosok gigi. Sekitar sepuluh menit kemudian ia kembali ke kamarnya untuk tidur malam. Saat ia memegang ponselnya untuk menonaktifkan sekaligus menchargernya, kembali ia melihat pesan masuk dari Randy. Ia membukanya.
[Sekedar menjawab pertanyaanmu. Alasanku putus karena ga nyaman denganmu. Kamu mengaturku. Aku ga suka itu]
Muka Angela kembali membara marah. Ia bersungut kesal. Ia hampir saja membanting ponselnya karena saking kesalnya. Beruntunglah ia masih sanggup menguasai diri. Usai membaca pesan itu ia menghirup udara panjang, lalu menghembuskannya pelan-pelan. Ia lakukan itu beberapa kali. Setelah dirasa cukup ia menonaktifkan ponsel dan merchargernya. Setelah itu ia mengganti lampu tidur dan segera naik ke kasur untuk tidur.
***
”Apa dia bilang? Dia nggak nyaman sama kamu karena kamu mengaturnya?” tanya Sherin. Nada suaranya terdengar meninggi.
Angela mengangguk. Ini jam istirahat. Seperti biasa ketiganya mendatangi kelas Angela untuk diajak ke kantin bersama. Di saat itulah Angela menceritakan tentang pesan WhatsApp yang dikirim Randy semalam.
”Kamu kemarin itu pacaran sama cowok model apaan sih, Njel? Beraninya ngomong cuma di WhatsApp doang,” timpal Naya.
Sama seperti halnya Sherin. Nada suaranya juga terdengar kesal dan meninggi.
”Sebenarnya kamu itu ngelakuin apaan sih? Kenapa itu bocah sampai ngomong kayak gitu?” tanya Dila.
Angela terdiam beberapa detik. Kemudian tampak ia menghirup udara dan menghembuskannya sebelum menjawab.
”Aku nggak ngerti. Mungkin sikapku yang menurutku sebagai bentuk perhatianku ke dia itu dinilai mengatur,” jawabnya.
Ketiganya terlihat kompak menautkan alisnya karena tak paham. Mereka menatap Angela dengan sorot mata ingin penjelasan lebih lanjut.
”Kalian pernah denger kalau Randy itu sering berurusan dengan guru BK?”
“Iya,” sahut mereka berbarengan.
”Itu juga yang aku heranin. Kok kamu bisa sih pacaran sama anak kayak gitu?” imbuh Naya sewot.
”Terus?” cecar Dila.
”Ya aku tanya kenapa sih dia sering banget berurusan sama guru BK? Dia bilang dia sering telat bangun. Makanya datang ke sekolah terlambat."
”Dia itu tipe pelor gitu ya? Sekali nempel bantal langsung molor terus susah dibangunin?”
Angela menggendikan bahunya.
”Kalau soal itu aku nggak tahu, Nay. Nggak pernah ngeliat. Yang aku tahu, dari cerita dia sendiri, dia hobby main game. Lupa waktu. Kadang baru tidur di jam 3 atau jam 4 pagi."
”Ya ampuuuuunnn,” pekik Naya.
”Terus?” kejar Dila.