Malam Pensi sedang berlangsung. Acara dimulai pukul 19.00 wib. Ekskul band tampil sebagai pembuka acara. Dua lagu berturut-turut mereka suguhkan sebagai opening. Disusul kemudian penampilan dance dari para pengurus OSIS. Mereka menari sekitar 7 menit di atas panggung.
Seluruh pengurus OSIS baru saja tampil. Sebuah tarian moderen mereka bawakan dengan semangat hingga mendapatkan tepuk tangan meriah dari penonton. Ketika pengurus OSIS turun dari panggung, acara dilanjutkan dengan penampilan dari seorang siswi kelas XII yang membacakan puisi sambil diiringi petikan gitar dari temannya. Suaranya yang merdu membuat penonton terdiam menyimak penampilannya itu.
Angela meringis kesakitan. Ia menuruni anak tangga yang ada di belakang panggung dibantu oleh Gustav.
”Kamu kenapa, Njel ?” tanya Dila setelah Angela selesai menuruni anak tangga. Ia baru saja masuk ke belakang panggung lagi usai mengambil gambar dari luar.
Meski bukan termasuk pengisi acara di Pensi, Dila diizinkan berada di belakang panggung karena ia masuk tim yang membantu mendandani Naya dan teman-temannya.
Malam ini, Dila pun menunjukkan sikap setia kawannya. Selain mendandani Naya dan teman-temannya, ia kini mirip penjaga di tempat penitipan barang. Dompet dan ponsel Sherin, Naya dan Angela ada di tas yang tergantung di badannya. Ia rela tak menonton keseluruhan acara dari kursi penonton demi membantu sahabat-sahabatnya itu. Tadi saat Sherin tampil di awal acara, ia sempat menyelinap keluar untuk merekam penampilan Sherin yang jadi MC duet dengan Farel.
Dan ketika Angela bersama pengurus OSIS tampil menari ia juga tak lupa merekamnya beberapa menit sebelum akhirnya ia kembali masuk dan melihat Angela menuruni anak tangga dengan meringis itu.
”Sepatu ini menyiksaku. Aku tadi nari sambil nahan sakit nih,” sahut Angela sembari melepaskan sepatunya.
”Itu sepatu baru ya?” tanya Naya.
”Iya. Aku sengaja membelinya buat kupakai hari ini. Biar matching sama bajuku. Eh, ini malah bikin kakiku sakit kayak gini,” keluh Angela. Ia tampak menenteng sepatunya sembari berjalan ke salah satu kursi. Ia kemudian duduk dan mencoba memijat jari kakinya yang terasa sakit tersebut. Sepatunya ia letakkan di bawah kursi. Dila dan Naya mengikutinya.
”Sepatu baru emang rata-rata gitu. Mungkin karena bahannya masih kaku. Jadi kurang lentur, makanya bikin sakit kaki kalau dipakai,” ucap Naya.
Dila menawari Angela mau minum atau tidak. Ia kasihan melihat wajah Angela dipenuhi keringat plus kaki yang kesakitan. Angela menggangguk. Dila mengeluarkan botol air mineral dari tasnya. Angela menerima air mineral botol yang diberikan oleh Dila. Angela meneguknya beberapa kali. Usai minum ia menutup botol air itu dan meletakkannya di bawah kursi yang ia duduki.
”Ponselku ada di kamu kan, Dil?”
”Iya, Njel. Tenang. Aman. Tadi waktu kamu tampil sama anak-anak OSIS aku rekam kok. Begitu dance kalian kelar buru-buru aku masuk ke sini lagi.”
”Makasih, ya Dil."
”Sama-sama. Hari ini aku lagi baik hati. Mau jadi pelayan kalian. Jadi team make up. Jadi penjaga tas. Jadi tim dokumenter kalian bertiga. Huuufffttt.... semoga ada berkahnya,” kata Dila. Angela terkekeh mendengar komentar sahabatnya itu. Sejenak ia melupakan sakit kakinya.
”Ponselku mana, Dil? Aku penasaran sama penampilan kami pas nge-dance tadi."
Dila kembali membuka tas yang menggantung di badannya untuk mengeluarkan ponsel milik Angela. Dan beberapa detik kemudian terlihat Angela tersenyum saat melihat ponselnya. Ia sedang menyaksikan penampilannya bersama rekan-rekan OSIS-nya menari bersama.
Sebuah notifikasi masuk. Angela menatapnya. Pesan dari Kak Revin. Angela membukanya.
[Dancenya bagus....foto bareng dong!]
Angela tersenyum membacanya. Ia terlihat mengetikan sesuatu.
[Sekarang?]
Tulis Angela ke Kak Revin. Dan segera terlihat Kak Revin mengetik balasan.
[Iya sih kalo bisa]
Dahi Angela terlihat mengerut.
[Mau foto dimana Kak? Kayaknya nggak ada tempat yang bagus buat foto deh]
Kak Revin membalas.
[Coba kamu keluar dari situ! Jalan dikit ke arah toilet. Deket situ tadi kulihat ada tempat yang bisa di pakai foto. Cahayanya lumayan terang kok]
Angela mengetik kata oke. Ia bangkit dari duduknya.
”Aku ke toilet sebentar ya,” kata Angela ke Dila dan Naya yang kini sibuk mengobrol dengan tim tarinya sejak Angela sibuk menonton ponselnya tadi.
Dila dan Naya mengangguk. Angela berjalan tanpa alas kaki. Jari-jari kakinya masih terasa sakit akibat sepatu baru yang dipakainya saat tampil tadi. Tumit kakinya juga terasa perih lantaran kulitnya tergesek sepatu barunya tersebut.
Angela berjalan ke arah toilet. Tak harus sampai toilet sudah ada Kak Revin di sana. Ada petugas dari gedung kesenian yang berjaga tak jauh dari situ. Panitia sengaja meminta seseorang berjaga di tempat itu untuk mengantisipasi keadaan. Biar aman dan menghindari segala macam kejadian yang tidak diinginkan. Angela mengangguk pada petugas itu. Sang bapak petugas tersenyum ringan ke arah Angela. Segera setelah itu Angela menuju Kak Revin yang berdiri di dekat tembok yang pencahayaannya lumayan terang. Lampu penerangan tepat berada di atas mereka.
”Maaf kak kita nggak bisa lama ya. Saya harus balik ke backstage. Harus membantu yang lain,” ujar Angela usai tangannya tos dengan Kak Revin.
”Iya. Cuma foto aja kok. Ngobrolnya besok-besok. Kita ketemuan lagi aja nanti."
Angela menggangguk. Kak Revin mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Beberapa detik kemudian keduanya terlihat berfoto bersama. Usai beberapa kali pose, tiba-tiba saja ponselnya Angela bergetar. Telepon masuk dari Gustav. Angela buru-buru mengangkat.