Yuda mengemasi semua bajunya ke dalam kopernya, tak lupa semua buku pelajarannya juga turut dimasukkan ke dalam sana.
Membawa turun koper dan tas ranselnya ke bawah, terlihat Rahma dan Faris duduk di ruang keluarga.
"Mau kamu apakan semua itu, Yud?" Rahma terlihat kaget melihat putranya membawa turun semua barangnya.
"Lo mau kabur?" Faris mendengus, tersungging senyum yang meremehkan.
Yuda menatap tajam Faris, sejak dulu ia tak menyukai saudara tirinya itu, terlebih sejak ia tahu apa yang sudah Faris lakukan kepada Kiara.
Prang! Yuda menghempaskan kunci motornya di meja tepat di hadapan Faris.
"Yuda? Apa-apaan kamu! Kamu mau pergi?" Bentak Rahma.
"Yuda gak tahan satu rumah sama cowok pengecut kayak dia." Yuda menunjuk Faris, tepat di depan wajahnya.
Faris menepis tangan Yuda, tak sudi rasanya ia diperlakukan seperti itu oleh Yuda. Sejak awal Faris tak menyukai Ibu dan saudara tirinya itu, ia memang tak ingin jika Papanya menikah lagi.
Flashback On
Malam itu tidak seperti biasanya Papa mengajak Faris pergi makan malam di luar, mobil mereka berhenti di sebuah rumah yang tampak sederhana namun halamannya dipenuhi bunga-bunga cantik yang begitu terawat.
"Rumah siapa ini, Pa?" Tanya Faris bingung.
"Masuk saja dulu, Papa akan mengenalkanmu dengan seseorang."
Mereka berdua turun dari mobil dan mengetuk rumah itu, terlihat wajah wanita seumur Herman. Wanita berpenampilan sederhana, namun tetap cantik meskipun tanpa polesan disana-sini.
"Mas, ini Faris ya?" Wanita itu tersenyum ramah, terlihat lesung pipi di dekat bibirnya.
"Faris kenalkan, ini Tante Rahma."
Papa Herman menyenggol pundak Faris, ia menyalami wanita itu terpaksa.
"Mari masuk, Mas, Faris."
Herman dan Faris masuk ke dalam rumah itu dan duduk disofanya.
"Yuda, sini nak. Ada om Herman dan Faris." Rahma memanggil putranya yang seumuran dengan Faris.
Yuda datang menghampiri dan langsung menyalami Herman, terlihat mereka sudah akrab sebelumnya.
"Gimana Yud, Bandnya sudah release lagu belum?" Tanya Papa Herman.
"Belum Om, masih bawain lagu band lain yang sudah terkenal aja."
"Lho, padahal lagu kemarin sudah bagus. Kalau perlu uang, Om bisa bantu lho buat modal rekaman."
Faris melirik kesal pada Papanya, kenapa Papanya begitu peduli pada anak ini, padahal tidak ada hubungan darah atau saudara sama sekali.
"Ga usah Om, lagian ngeband juga masih iseng-iseng aja, ngisi waktu luang." Tolak Yuda merasa tak enak jika harus memakai uang Herman, selama ini lelaki itulah yang membantu perekonomian mereka semenjak ayahnya meninggal dunia dan meninggalkan banyak hutang.
Faris menatap sebal, sok sekali pikirnya. Sejak awal sampai ia sudah merasa tidak nyaman dirumah ini, ia bagai asing sendiri disini.
"Kita makan saja dulu yuk, baru setelah itu ngobrol lagi. Mumpung makanannya masih hangat." Ajak Rahma.
"Kebetulan saya juga sudah lapar, Dik."
Faris semakin merasa mual melihat tingkah Papanya, apa-apaan memanggil wanita itu dengan Dik!
Di meja makan telah terhidang berbagai lauk yang enak, Rahma menuangkan nasi pada piring Herman dan saat akan menuangkan nasi di piring nasi Faris, ia menolak.