Drrt... drrt.. drrt...
Kiara mengangkat panggilan telepon dari Faris.
"Tumben pagi-pagi udah nelpon?" Tanya Kiara sambil menyantap sarapan paginya.
"Buruan makannya, aku tunggu di mobil sekarang."
Tuuut... Tut... Tut... telepon terputus. Kiara memandang heran pada layar ponselnya, untuk apa Faris sepagi ini menunggunya di mobil.
'Apa hari ini ada jadwal kemo? Tapi gue kan harus sekolah.' Kiara membatin.
"Mi, kok gak siap-siap. Nanti Kiara telat lho." Protes Kiara saat melihat Maminya masih mengenakan piyama.
"Kan kamu berangkat bareng Faris, semalam Rahma yang mengabari Mami."
"Hah? Emang Faris bisa bawa mobil dengan kondisi begitu, Mi?"
"Tenang, Faris sekarang sudah pakai sopir. Dengar-dengar mobilnya juga baru, udah sana buruan dari pada telat beneran."
Kiara bergegas menghabiskan susunya, dan berlari menuju mobil Faris yang telah terpakai di depan rumahnya.
Melihat Kiara datang ke arahnya, Faris segera membuka pintu mobil untuk menyambut kedatangan Kiara.
"Pagi, Sayang." Faris menyapanya dengan senyum sumringah.
Kiara terpaku melihat Faris memakai seragam yang sama dengannya, apa itu artinya Faris bersekolah lagi?
"Ris, kamu sekolah lagi?"
"Iya dong dan aku sekelas sama kamu lagi."
"Oh, bagus deh." Jawab Kiara datar.
Kiara naik ke mobil Faris, duduk di baris kedua bersama Faris. Sepanjang jalan, Faris tak lepas menggenggam tangan Kiara sampai gadis itu sedikit merasakan kram.
Sesampainya di sekolah, Kiara dengan sigap membantu Faris untuk turun dari mobil.
Kedatangan Faris di sekolah menjadi pusat perhatian, tapi pandangan mereka berbeda melihat Faris dengan iba, tak sedikit juga yang mencibir.
Kiara merasakan Faris tak nyaman diperlakukan seperti itu, dilihat dengan tatapan aneh. Kiara merangkul lengan Faris dengan erat, agar pria itu percaya diri kembali.
"Jangan dipikirin." Bisik Kiara khawatir pada kondisi psikologis Faris.
Mereka berdua berjalan menuju kelas, suasana yang tadinya riuh mendadak sunyi saat mereka melihat kehadiran Faris. Stevan yang menyadari kehadiran sahabatnya itu langsung menghampiri Faris dan memeluknya hangat
"Bro, akhirnya Lo balik juga." Ucapnya senang.
Terdengar bisik-bisik anak-anak yang lain, beberapa diantara mereka tak percaya jika dia adalah mantan teman sekelas mereka yang pindah tahun kemarin.
"Itu, beneran si Faris."
"Iya, kayaknya sih. Walaupun fisiknya banyak berubah, gue masih bisa ngenalin."
"Gila, berubah banget."
Stevan merangkul Faris menuju tempat duduk mereka yang ada di belakang Kiara dan Mia.
"Ris, gimana kabar Lo?" Tanya Mia basa-basi saat Faris duduk di belakangnya.
"Seperti yang Lo liat, menyedihkan." Jawab Faris putus asa, mental nya sedikit goyah saat mendengar sambutan teman-teman sekelasnya, bahkan satu sekolah yang melihatnya dengan aneh.
"Sst, jangan bilang gitu." Kiara menguatkan Faris.
Yuda yang baru datang dibuat kaget saat melihat kehadiran Faris disana, semenjak pergi dari rumah dia sama sekali tak tahu kabar saudara tirinya itu, lebih tepatnya tak mau tahu. Yuda hanya melihatnya sekilas, lalu berjalan ke tempat duduk miliknya.
Faris juga melihat kedatangan Yuda yang mendapat tatapan kagum dari para cewek di kelas, sedikit ada rasa iri dalam hatinya. Dahulu ialah sang pangeran di kelas ini, tapi sekarang sangat jauh berbeda.
Tak berselang lama setelah Yuda masuk ke kelas, wali kelas mereka yang kebetulan mendapat jadwal mengajar di pagi hari ini masuk dan memulai pelajaran.