Beberapa hari setelah kepulangan Faris dari rumah sakit, Stevan datang menjenguknya.
"Gimana kabar Lo bro?" Sapa Stevan sambil memberi tos persahabatan mereka.
"Ya gini lah, kadang baik tapi lebih sering buruknya." Jawab Faris pasrah.
"Hmm, sorry ya gue baru sempet nengokin Lo. Ujian nasional bikin kepala gue pusing, gak tau deh bakal lulus apa kagak gue."
"Ya Lo masih beruntung masih bisa ikut ujian, lah gue udah gagal sebelum berperang." Faris malah adu nasib.
Stevan tersenyum memaksa, ada rasa tak enak dalam hatinya.
"Lo masih bisa ikut ujian susulan ga sih?"
"Gak lah, palingan ujian paket C, itu juga kalau umur gue masih panjang."
"Yakin panjang, sejauh ini Lo mampu kok bertahan."
Stevan menepuk pundak Faris untuk meyakinkannya, agar tak selalu berpikir soal kematian terus-menerus. Faris hanya tersenyum miris, dalam dirinya sudah tak yakin soal berapa lama lagi dia akan sanggup bertahan.
Flashback On
Drrt drrt drrt, ini adalah ketiga kalinya nomor tak dikenal menelpon Stevan. Lagi-lagi cowok ini menekan tombol reject, dia sangat malas berurusan dengan nomor yang dikenalnya.
Ting! Pesan masuk.
'Angkat, ini gue Faris.'
Melihat nama Faris, segera Stevan bangkit dari kasurnya dan menelepon balik nomor tersebut.
“Halo, ini beneran Lo?” Tanya Stevan tak percaya
“Yup, gila ya gue nelpon sampai tiga kali Lo reject terus.” Gerutu Faris.
“Oh my god, gue berasa mimpi. Lo kemana aja sih njing!" Umpat Stevan nadanya terdengar sedikit kesal campur senang.
“Gue sakit nyet, leukimia. Gue terpaksa ninggalin kalian buat berobat ke Singapura.”
“Lo gak lagi bercanda kan? Terus kenapa Lo gak bilang kalo Lo pergi karena berobat kesana?”
“Gue sengaja, gue gak mau Kiara sedih. Gue juga gak mau Kiara Mandang gue dengan cara yang beda.”
“Tapi apa yang Lo lakuin juga udah bikin Kiara sedih, dia berubah semenjak Lo gak ada. Setiap hari mukanya kelihatan sembab, kayak habis nangis.”
Faris terdiam sejenak, di sana terdengar suara hembusan nafasnya yang berat.
“Jadi kabar Lo sekarang gimana?” Tanya Stevan lagi.
“Ya beginilah, penyakitnya betah di badan gue, hahaha.” Jawabnya dengan tertawa miris.
“Gue turut prihatin bro, semoga Lo cepat sembuh. Lo sekarang dimana? Dari nomor Lo, kayaknya lagi gak di Singapore kan?”
“Gue masih dirumah lama kok, di hari-hari terakhir gue setidaknya bisa lihat Kiara meskipun dari jauh.”
“Bukannya itu rumah Yuda, ada anak baru di sekolah dan yang gue denger dia nempatin rumah lo.”