Oh My First Love

Dea Avisca
Chapter #37

Ikhlas

Sudah dua minggu lamanya Faris terbaring koma di ruang ICU, kondisinya pun tak kunjung mengalami perubahan yang signifikan. Ia masih bergantung hidup pada alat bantu pernafasan dan selang serat kabel-kabel yang ada pada tubuhnya.


Setiap hari Kiara datang untuk melihat kondisi Faris, bahkan ia bisa menghabiskan waktu seharian disana.


"Apa kata Dokter Pa?" Tanya Kiara pada Papa Herman yang baru saja keluar dari ruangan Dokter.


Papa Herman menghela nafas panjangnya yang begitu berat, terlihat ada sisa air mata di sudut matanya. Papa membuka kacamatanya, dan mengusap mata lelahnya.


"Hanya mukjizat yang bisa kita harapkan saat ini Kiara, doakan saja Faris ya Nak."


Kiara menutup mulutnya dengan tangan, matanya sudah mulai berkaca-kaca. Papa merangkul Kiara, mencoba untuk saling menguatkan.


"Kiara, ayo kita duduk disana sebentar." Tunjuknya dibangku tunggu rumah sakit.


"Ada apa Pa?" Tanya Kiara saat mereka sudah duduk.


"Papa lihat Faris tersiksa selama ini, apa sebaiknya kita ikhlaskan saja dia." Ucap Papa pelan, namun dari nada bicaranya terdengar sangat berat.


"Tapi Pa, Kiara yakin Faris akan sembuh."


"Nak, mungkin akan lebih baik Faris lepas dari semua penderitaannya, kasihan dia. Mungkin kesembuhan yang selama ini kita harapkan adalah membiarkannya untuk pergi Nak."


Kiara merenung sejenak, membayangkan betapa seringnya Faris membicarakan kematian, dan bagaimana dirinya mengeluh tentang semua sakit dan pengobatan yang telah dijalaninya.


"Kiara berat kalau Faris pergi Pa." Isaknya.


Papa memeluk Kiara, membiarkan sahabat putranya yang sudah ia anggap anaknya sendiri itu menangis dalam pelukannya.


"Papa tau betapa beratnya semua ini, Papa juga sama sedihnya, sama terlukanya. Tapi Papa sangat ingin Faris hidup bebas tanpa ada beban penyakit, jika memang dia ditakdirkan berumur panjang Papa pasti akan sangat bersyukur, namun jika memang Faris sudah waktunya untuk pergi maka Papa akan ikhlas melepaskannya." 


Ucapan Papa Herman diiringi air matanya yang turut berjatuhan, begitu juga dengan Kiara yang masih menangis sesenggukan.

***

Flashback On


Di suatu sore dirumah sakit, Kiara mendorong kursi roda yang dinaiki oleh Faris, mereka memutuskan untuk berjalan menuju taman rumah sakit, bosan rasanya jika harus di kamar rawat inap terus-menerus.


"Kiara, makasih ya kamu selalu ada buat aku." Faris mengelus tangan Kiara yang ada di handle dorongan kursi rodanya.


"Iya, kita kan udah janji untuk selalu sama-sama. Kamunya aja tuh yang bandel, masa kabur gitu aja tanpa kabar." Gerutu Kiara.

Lihat selengkapnya