"Heh, mau ke mana kamu? Kabur? Simpen lagi koper sama pretelan tas bulukmu! Sebelum nama kamu hilang dari daftar kartu keluarga. Jangan didramatisir, salim sama calon suami, Cepet!" Ares memejamkan mata sabar, mengunci rapat rapat mulutnya supaya tidak meledakan hujatan berbasis mercon untuk sang mamah. Kalau dia tahu di ruang keluarga ada Saga dan om tantenya, Ares akan mengurungkan niat kabur untuk beberapa jam ke depan.
"Ares! Mau jadi anak durhaka? Mamah bilang sini, salim sama calon keluarga baru kamu!"
Putar arah membawa lagi perlengkapan kaburnya, Ares mendengus sebal lantas menghampiri perkumpulan keluarga paripurna itu. Om tantenya saja bahkan tertawa girang melambaikan tangan seolah mengejek nasibnya.
"Keluarga baru apaan, mereka 'kan Om Tantenya aku. Terus Saga, loe jadi anak jangan nurut banget sama omongannya sesepuh, loe enggak geli kawin sama gua? Waktu kecil kita pernah tukeran celana dalem, loe enggak geli seriusan?" tanya Ares frustrasi yang langsung dihadiahi tabokan gratis dari mamahnya.
Saga menarik pergelangan tangan Ares dan menuntutnya duduk. Mengangkat segaris senyuman yang terlihat sangat tulus tanpa ada paksaan. Ares yang baru saja kena geplakan, tidak henti hentinya meringis seraya melayangkan tatapan nyalang untuk wanita berharga di hidupnya.
"Kamu enggak mau nikah sama anak Om? Dia udah mapan loh, Om juga baru tau kalau dia kerja keras emang udah niat mau nikahin kamu." Arjuna menggoda anak dan keponakannya. Terlihat Saga mencuramkan alis kepada sang ayah untuk tidak membuka semua kartunya, sedangkan Ares mendelik kesal.
"Ya kali, Om ngomong gitu kayak nawarin permen ke bocah aja," jawab Ares tidak segan segan. Entah ada hujan badai dari mana, keluarganya malah mencetuskan ide gila untuk menjodohkan Ares dan Saga yang terpaut empat tahun.
Ralat, sepertinya bukan perjodohan mengingat Saga saja terlihat tenang dan antusias.
Melirik Saga, Ares menabok lengan kokohnya. "Sejak kapan loe suka sama gua? Ngeri najis, ih. Kalau gua tau loe enggak normal gini, dari kecil gua enggak bakalan mau temenan sama loe." Orang tua Saga yang mendengar ucapan sadis Ares tidak sakit hati, mereka malah terkekeh renyah sekaligus memaklumi sikap frontal keponakannya.
"Kalau kamu enggak punya pacar, berarti enggak ada alasan kuat buat nolak aku, 'kan?"
Saga, sepupu yang ia kenal pendiam dan paling pengertian kepadanya, bertanya dengan lancang.
"Tapi gua lagi sibuk sibuknya kuliah, Mang Lukman," geram Ares ingin mencakar wajah tampan sepupunya itu.
"Berarti kalau kamu enggak sibuk kuliah, kamu terima lamaran aku?"
"Saga!" Hampir saja Ares membentak Saga saking mualnya dengan ucapan laki laki itu.
"Gimana Tante? Ares bahkan enggak nolak lamaranku. Sesuai kesepakatan, kalau dia terima, resepsi pernikahan akan dilakukan besok." Saga tersenyum penuh kemenangan, menyakinkan Ava-mamah Ares- untuk merestuinya.
"KAPAN AKU SETUJU? Heh Saga, sumpah! Yang katanya lulusan oxford university, loe enggak gila 'kan? Gua ini sepupu loe, ahhhhh Mamah tolong dong," pinta Ares kalut, pasalnya baik Saga maupun om tantenya, tidak menggubris apapun. Topik pembicaraan sepenuhnya dikendalikan oleh laki laki sialan itu.
Ava bangkit menghampiri anak perempuannya, merangkul pundak kecil itu lantas memeluk erat. Secerewet apapun seorang ibu, ia tetap ingin memberikan yang terbaik.
"Saga orang baik, Mamah bisa tenang kalau kamu hidup sama dia. Sejauh ini, Papah Mamah selalu khawatir sama hidup kamu kedepannya, Mamah enggak percaya laki laki lain yang tulus cinta sama kamu kecuali Saga-"
"Aku enggak mau Mah, hidup aku masih panjang, yang nentuin aku kapan menikah itu diriku sendiri. Kalian enggak usah ikut campur, terlebih laki laki itu standar keinginan kalian." Ares memotong ucapan Ava dengan terseguk. Saga di sampingnya mengembuskan napas panjang, tebakannya tidak melesat, reaksi Ares pasti akan seperti ini.
Mengambil alih tubuh Ares dari indungnya, Saga mendekap gadis itu tanpa memberikan celah sedikitpun untuk berontak. "Nangis sepuas kamu. Aku tetap pada pendirian. Orang tua bahkan keluarga besar udah setuju untuk satuin kita," ucap Saga menambah tekanan batin Ares. Gadis itu meraung, menangis kencang yang sialnya malah mengundang tawa orang sekitar.
Benar benar tidak berperasaan.