Dibagian ini, Full ingatan Alinka yah Dari kejadian 7 tahun yang lalu,
***
Memberi jeda akan tangisnya, Alinka menatap kosong pada meja kerja yang legang. Meja kerja ayah. Disana terdapat beberapa buku yang ditumpuk rapi pada sudut meja.
Ayahnya memang menyukai bacaan, ia bahkan mengoleksi banyak buku-buku non fiksi dan beberapa novel ternama, sebagai bacaan wajibnya, kenang Alinka.
Lama terpaut kosong, lambat-lambat jemari Alinka terulur meraih laci meja. Didalamnya, Alinka menemukan sebuah jurnal. Ada sebuah amplop lusuh yang diselipkan diantara lembar-lembar kertas yang penuh dengan tulisan tegak dengan goresan tipis diatasnya. Tulisan khas ayah.
Tidak ada benda lain yang mencurigakan didalam laci, hanya ada berkas perusahaan didalam sebuah map coklat, sebuah pigura yang menampilkan sesosok wanita dengan senyum manis sedang memangku seorang bocah dengan cengir bodoh tanpa gigi. Lengkap dengan seorang pria kekar bertegas disampingnya.
Jurnal bersampul hitam polos tepat berada diatas pigura.
Dengan hati-hati, Alinka menarik surat yang terselip didalamnya, mendapati amplop dengan warna putih yang kini telah memudar, tidak ada nama penerima apalagi nama pengirim pada permukaan amplop, membuatnya kian misterius.
jemari Alinka dengan cekatan mengeluarkan kertas, membuka lipatan kertas hingga indra penglihatannya segera menangkap tulisan tegak capital lengkap dengan seruan yang mengisyaratkan penekanan.
Jantung Alinka kian berderuh sedemikian kuat, begitu lembaran kini menjadi utuh,
SEBAIKNYA KAU MELEPASKAN TANDER!
JIKA TIDAK, PUTRIMU YANG AKAN MENANGGUNG AKIBATNYA!
A-ku,
Bingung dan penuh tanya bercampur aduk dalam benak Alinka. Saking larutnya, ia tidak menyadari kehadiran Jona dihadapan pintu yang terbuka setengahnya.
“Alin-ka” Samar Jona mendekati adiknya yang terpaku pada sebuah kertas lusuh ditangannya,
“Apa yang,”
“Itu_” mengetahui dengan jelas apa yang berada ditangan adiknya, ia hanya bisa terbata-bata, tidak tau cara yang tepat untuk merespon.
“Apa ini?” Tanya Alinka lewat sorot yang sulit didefenisikan,
“Itu_”
“Jawab Jona,” tegas Alinka penuh penekanan bersama tatap lekat mengamati kakaknya yang masih enggan membuka mulut.
“Apa ini alasan ayah_”
“Mengusirku?” bersama katub mulut yang kian bergetar, Tanya yang selama ini membuatnya begitu sulit untuk mengerti akhirnya berlabuh,