Tiap temu, ada aksara yang tidak pernah mampu terangkai oleh kata
Ada debar, yang terus meraja untuk dilabuhkan
Ada cinta yang dengan baik aku sembunyikan
***
“Woi”
“Kenapa kau disini?”
“Kenapa lari?” desak Arka yang kini duduk tepat disamping Alinka
“Kau melihat semuanya?” balas Alinka lirih seraya tertunduk dalam, tak berani menyaksikan bagaiamana cara Arka melihatnya sekarang.
“Kau harusnya menghajar pria brengsek itu,”
“Apa perlu aku yang melakukannya?”
“Kumohon tenanglah,”
“Aku tidak lari”
“Hanya saja, rasanya aneh dan sedikit sakit jika tetap berada disana!” terang Alinka lewat kata yang samar, lalu pelan-pelan mengangkat rautnya, membuat mata mereka kini saling bertemu.
Menyaksikan bagaimana Arka yang kian bisu, seketika sudut-sudut bahunya kembali melorot dengan lemah. Bersama wajah yang kembali ia tekuk dengan lesu.
“Kemarilah,”
“Apa kau terluka?” Ujar Arka kemudian, lewat intonasi yang dipelankan.
Meraih kedua tangan Alinka lalu memeriksa setiap sudut tubuhnya dengan cemas.
“Kau fikir dia bisa melukaiku?”
“Aku menguasai ilmu bela diri, kau ingat?” bela Alinka,
“Lalu kenapa menangis?”
“Entahlah, rasanya air mataku mengalir begitu saja”
“Lalu kenapa tanganmu bergetar?” desak Arka, seraya menunjukkan tangannya yang terus bergetar dibalik genggamannya,
“AKU MALU”
“Malu dengan diriku sendiri,”
“Malu dengan orang-orang yang mengamatiku disana,”
“Malu tampak bodoh dihadapanmu”
“Aku merasa ditipu”
“Jatuh cinta dengan bodohnya, dan kini ditipu begitu tega” isak Alinka yang kini perlahan tumpah, tak lagi bisa ia sembunyikan lewat sikap acuh dan diamnya yang kentara.
Arka bisu, bingung harus mengatakan apa. Iapun melayangkan lengannya yang kekar menuntun tubuh Alinka yang masih dipenuhi isak tangis kearahnya.
Berusaha untuk menyembunyikan isaknya yang semakin diluar kendali.
“Jangan me-ngasihaniku” tegas Alinka, seraya menegakkan wajah yang sebelumnya terus ditekuk lesu, membuat mata mereka kembali bertemu.
“Aku, kasihan?”
“Dengan gadis tengil sepertimu?”
“Ayolah, dengan tanganmu ini kau bahkan bisa mematahkan leher pria manapun dengan mudah” balas Arka dengan nada yang kian meledek.
“Pergilah” bentak Alinka kasar, sambil mendorong tubuh Arka menjauhinya,
“Oke fine”