Antara harap dan putus asa, pria kecil hadir membawa pelita
***
“Alinka_” samar Devan, menyaksikan Sean yang tampak sangat kacau selama beberapa hari belakangan, tepat setelah ia bertemu lagi dengan Alinka hari itu
“Kau,”
“Bukanka sudah kukatakan_”
“Alinka sepertinya memiliki seorang anak” potong Devan, melabuhkan kata yang sudah sejak lama ingin ia labuhkan namun selalu gagal sebab sikap Sean yang kian meletup kasar jika itu menyangkut Alinka.
“A-nak?” sepenggal kata itu, mengusik Sean. Ia berusaha menelisik dalam-dalam, berusaha menghubungkan dirinya dengan hal itu.
“Hem, sebenarnya bocah kecil itu terdaftar atas nama Jona”
“Tapi_”
“Tapi?” potong Sean cepat
“Selama 6 tahun terakhir, bocah itu tinggal bersama Alinka”
“Alih-alih Jona”
“Jadi kufikir_” samar Devan, menjelaskan
“Apa mungkin?”
“Ini_” tambah Devan seraya menyerahkan secarik foto berukuran sedang kepada Sean.
“Dia_” mata Sean terbelelek, ketika menyaksikan potret seorang pria kecil dengan cengir polos yang berhasil menampilkan lesung pipitnya yang bertaut ciamik dengan kilatan mata keemasannya yang berbinar.
Sean langsung mengenalinya, ia pria kecil yang pernah ia temui beberapa hari yang lalu.
“Pria kecil itu_”
“Apa mungkin?” batin Sean berusaha menerka-nerka,
“Bawa aku menemuinya”
Menjadi seorang ayah, bukanlah hal yang pernah Sean fikirkan. Ia baru saja menikah, dengan istri yang tiba-tiba meninggalkannya entah kenapa, membuatnya kian mustahil.
Namun saat ini, takdir seolah memiliki jalannya sendiri dan entah bagaimana Sean menyukai atau bahkan sangat mengharapkannya.
Sean tidak pernah secanggung ini, bila ingin bertemu dengan siapapun. Tapi kali ini berbeda, ada perasaan aneh yang bergejolak dalam dadanya. Ia pun bersusah payah turun dari mobil hitam pribadinya dan menunggu didepan sekolah.
“Apa mungkin,”
“Anak itu_” batin Sean terus menerka-nerka curiga